Misteri Asal Usul Nama Batang: Menguak Sejarah dan Legenda yang Tersembunyi
- Viva Jogja
Jogja –
Batang, Viva Jogja - Batang, sebuah wilayah Kabupaten yang kini berada di pesisir utara Pulau Jawa, menyimpan sejarah dan legenda yang sarat dengan makna.
Banyak orang bertanya-tanya, dari mana sebenarnya nama "Batang" berasal?
Berdasarkan beberapa sumber, baik dari kamus hingga legenda rakyat setempat, terdapat beragam versi yang menyelimuti asal usul nama Batang.
Dari arti kata dalam bahasa Kawi hingga peristiwa heroik Ki Ageng Bahurekso, sejarah Batang penuh dengan kisah yang menarik untuk diungkap.
Dikutip dari situs milik Pemerintah Kabupaten Batang, inilah beberapa fakta tentang Batang:
Arti Nama Batang dalam Kamus Kawi dan Bahasa Jawa
Menurut Kamus Kawi-Indonesia karangan Prof. Drs. Wojowasito, Batang memiliki beberapa arti. Di antaranya adalah:
1. Plataran (tempat yang agak tinggi),
2. Tempat yang dipertinggi,
3. Dialahkan,
4. Kata bantu bilangan.
Dalam konteks geografis, Batang mungkin merujuk pada sebuah wilayah yang berada di dataran yang lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya.
Jika kita perhatikan, Batang memang memiliki karakteristik wilayah yang berbukit-bukit dan terletak di dekat pesisir Laut Jawa, sehingga dari sudut pandang laut, Batang tampak sebagai dataran yang tinggi.
Sementara itu, dalam Bahasa Indonesia dan Melayu, "Batang" juga berarti sungai.
Ini mungkin berkaitan dengan sungai yang mengalir melalui wilayah Batang.
Namun, dalam Kamus Jawa-Indonesia karangan Prawiroatmojo, kata "Batang" berarti terka atau tebak.
Hal ini menambah dimensi lain dalam memahami nama Batang, yang bisa saja memiliki arti metaforis terkait dengan sejarah atau peristiwa tertentu di masa lalu.
Legenda Ki Ageng Bahurekso: Pahlawan Pembuka Hutan Roban
Legenda populer menyebutkan bahwa nama Batang berasal dari peristiwa "Ngembat Watang," yang berarti mengangkat batang kayu.
Kisah ini terkait dengan pahlawan legendaris Ki Ageng Bahurekso, yang dipercaya sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah Batang.
Dikisahkan bahwa Bahurekso mendapatkan tugas untuk membuka hutan Roban demi persiapan pertanian bagi Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang saat itu sedang mempersiapkan serangan ke Batavia (Jakarta).
Tugas membuka hutan tersebut tidaklah mudah. Banyak pekerja yang jatuh sakit atau bahkan meninggal karena gangguan makhluk halus yang konon dipimpin oleh siluman bernama Dadungawuk.
Namun, dengan kesaktiannya, Bahurekso berhasil mengalahkan para siluman tersebut.
Hutan Roban pun akhirnya bisa dibuka dan dijadikan area persawahan.
Namun, masalah belum selesai.
Saat bendungan dibuat untuk mengalirkan air ke lahan pertanian, raja siluman Uling bernama Kolo Dribikso merusak bendungan tersebut.
Bahurekso pun harus berhadapan dengan Kolo Dribikso dan berhasil mengalahkannya berkat bantuan pedang pusaka Swedang yang ia peroleh setelah merayu Dribusawati, adik dari Kolo Dribikso.
Tetapi, meski gangguan dari siluman sudah berakhir, air di bendungan masih terhambat oleh sebuah batang kayu besar yang melintang di sungai.
Setelah banyak orang gagal mengangkatnya, Bahurekso turun tangan sendiri.
Dengan kesaktiannya, ia berhasil mengangkat dan mematahkan batang kayu tersebut.
Peristiwa ini diyakini sebagai asal mula nama Batang, yang berasal dari frasa "Ngembat Watang" atau mengangkat batang kayu.
Nama Batang dalam Sejarah Kerajaan
Selain legenda Ki Ageng Bahurekso, beberapa catatan sejarah juga menyebutkan nama Batang. Menurut sebuah tulisan di Majalah Karya Dharma Praja Mukti, nama Batang pernah dikenal pada zaman Kerajaan Majapahit sebagai sebuah kota pelabuhan.
Ada yang mengatakan bahwa nama ini berasal dari kata "Bata-an," di mana "bata" berarti batu dan "an" berarti satu atau pertama.
Ini mungkin merujuk pada kota pelabuhan pertama atau tempat yang menjadi titik awal perdagangan pada masa itu.
Lebih lanjut, Bapak Suhadi BS dalam pengantar lambang daerah Batang juga mengutip Sapta Parwa karya Mohamad Yamin, yang menyebut bahwa Batang sudah dikenal sejak zaman Sriwijaya sebagai kota pelabuhan yang dikenal dengan nama "Batan."
Saat itu, banyak orang Tionghoa datang ke Sriwijaya untuk belajar agama Buddha, dan Batang menjadi salah satu pusat pelabuhan yang penting, sejajar dengan Pemalang dan Demak.
Batang: Kabupaten dengan Sejarah Pemerintahan yang Panjang
Dalam perjalanan pemerintahannya, Batang telah melalui dua periode sebagai kabupaten.
Periode pertama dimulai pada awal abad ke-17 hingga 31 Desember 1935, dan periode kedua dimulai pada 8 April 1966, bertepatan dengan masa kebangkitan Orde Baru.
Sebelumnya, Batang sempat digabungkan dengan Kabupaten Pekalongan sejak tahun 1936 hingga 1966.
Namun, aspirasi masyarakat Batang untuk mengembalikan status kabupaten terus disuarakan hingga akhirnya berhasil terwujud pada tahun 1965 dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kabupaten Batang.
Upaya ini tidak lepas dari kerja keras berbagai pihak, termasuk tokoh-tokoh lokal yang mengirimkan delegasi ke pemerintah pusat, seperti RM Mandojo Dewono, R. Abutalkah, dan Rachmat.
Setelah melalui berbagai perjuangan panjang, pada 8 April 1966, Kabupaten Batang resmi berdiri kembali, menandai babak baru dalam sejarah pemerintahan di wilayah ini.
Nama Batang tidak hanya mengandung makna harfiah sebagai sungai atau dataran tinggi, tetapi juga mencerminkan sejarah panjang perjuangan masyarakatnya.
Baik melalui legenda pahlawan Ki Ageng Bahurekso yang mengangkat batang kayu, maupun melalui perjuangan politik untuk mengembalikan status kabupaten, Batang selalu menjadi simbol kekuatan, keberanian, dan keteguhan hati.