Cerita Dewi Anjani, Legenda Terbentuknya Telaga Madirda di Lereng Gunung Lawu

Asal Usul Terbentuknya Telaga Madirda
Sumber :
  • VIVA Jogja

KARANGANYAR, VIVA Jogja - Telaga Mardida salah satu telaga yang berada lereng Gunung Lawu. Letak Telaga Mardida sendiri berada diketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut (Mdpl).

Telaga Mardida masih satu desa dengan air terjun Jumog. Meski berada satu desa dengan air terjun Jumog, diakui atau tidak, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Telaga Madirda ini masih kalah dengan air terjun Jumog.

Meski kalah dalam jumlah pengunjung, karena letaknya tak memungkinkan dimasuki bus berukuran besar karena berada diketinggian, namun Telaga Madirda memiliki daya tarik tersendiri.

Saat wabah Covid 19 melanda, pemerintah Desa sempat menjadikan Telaga Mardida sebagai lokasi karantina warga Berjo yang baru pulang dari tanah rantau.

Sama seperti Telaga Sarangan, Telaga Madirda ini memiliki keindahan alam yang tak terhingga.

Udara pegunungan yang segar, membuat Telaga Madirda paling pas untuk melepas penat setelah sepekan bekerja.

Awalnya, Telaga Mardida ini kerap dijadikan lokasi upacara umat Hindu setiap perayaan keagamaan.

Namun, sejak telaga Madirda ini dijadikan obyek wisata oleh Bumdes Desa Berjo, maka upacara keagamaan tak lagi digelar di Telaga Madirda.

Dibalik keindahan Telaga Madirda ada cerita misteri didalamnya.

Telaga Mardida dalam wiracarita Ramayana, Anjani atau Anjana adalah istri raja kera bernama Ramona, ibu bagi Hanoman.

Konon ia adalah reinkarnasi bidadari bernama Punjikastala. Sebelum memiliki putra, ia melakukan tapa untuk mendapatkan keturunan.

Atas saran dari Resi Matangga—seorang pemuja Wisnu—ia bertapa di Wenkatacala Setelah bertapa selama ribuan tahun, Dewa Bayu menampakkan wujudnya dan berkata bahwa ia akan menjadi putra Anjana.

Kekuatan rohani sang dewa pun merasuki janin Anjani sehingga lahirlah seorang putra. Putra tersebut diberi nama Hanoman, yang sangat terkenal dalam wiracarita Ramayana Dalam dunia pewayangan, tokoh Anjani dalam Ramayana juga diadaptasi ke dalam lakon pewayangan, dan diberi gelar "Dewi".

Menurut pewayangan, Dewi Anjani adalah anak sulung dari Resi Gotama di Grastina dengan bidadari Dewi Indradi, bidadari keturunan dari Bahara Asmara.

Seperti dikutip VIVA Jogja dari Wikipedia, ia mempunyai Cupu Manik Astagina, bila dibuka didalamnya dapat dilihat segala peristiwa yang terjadi diangkasa dan di bumi sampai tingkah ketujuh Cupu tersebut adalah pemberian ibunya dan merupakan asalah pemberian dari Batara Surya pada waktu perkawinan Dewi Indradi dengan Resi Gotama.

Pada suatu hari, saat Dewi Anjani sedang bermain-main dengan cupunya, datanglah kedua adiknya.

Mereka senang sekali terhadap cupu tersebut, lalu menghadap ayahnya untuk memintanya. Gesi Batara Surya marah karena Dewi Anjani tak mau memberikan Cupu pada adiknya. Kemarah Gesi Batara semakin menjadi, dikala sang istri tak mau menjelaskan dari mana Cupu itu berasal.

Kemudian Resi Gotama ini pun membuang Cupu itu. Dan karena istrinya tak mau menjelaskan asal usul Cupu itu didapat, maka Resi Batara Surya ini mengutuk istrinya menjadi “tugu” dan dilempar jatuh ditapal batas negara Alengka.

Sedangkan Cupu Manik Astagina dibuang oleh Resi Gotama. Tutupnya jatuh di telaga Sumala, sedangkan induknya tenggelam di telaga Nirmala.

Ketiga bersaudara itu mengejarnya diikuti oleh masing-masing pengasuhnya yaitu, Jambawan (pengasuh Subali), Menda (pengasuh Sugriwa), dan Endang Suwarsih (Pengasi Dewi Anjani). Subali, Sugriwa, dengan kedua pengasuhnya kemudian sampai di telaga Sumala dan langsung terjun kedalamnya.

Dewi Anjani dan pengasuhnya yang datang belakangan hanya duduk di tepi telaga. Karena terik matahari, Subali dan Sugriwa mencuci muka, kaki, dan tangannya, sehingga mengakibatkan bagian tubuh yang terkena air telaga itu berubah menjadi wanara.

Ketika menyelam mencari cupu tersebut, mereka saling berjumpa tetapi tidak saling mengenal, sehingga terjadilah tuduh-menuduh yang akhirnya menjadi perkelahian.

Kemudian mereka sadar dan keluar dari telaga, lalu menghadap ayahnya untuk memohon agar dapat dipulihkan kembali pada wujudnya yang semula.

Namun ayahnya tiada kuasa untuk menolong. Resi Gotama menyuruh mereka semua bertapa dan memohon kepada dewa agar dapat dikembalikan seperti manusia.

Dewi Anjani bertapa nyantoka (hidup sebagai cantoka/katak), Subali bertapa ngalong (hidup sebagai kelelawar besar), dan Sugriwa bertapa ngidang (hidup sebagai kijang) di hutan Sunyapringga, semuanya disertai pengasuh masing-masing. Dewi Anjani yang bertapa nyantoka di telaga Madirda kedatangan Hyang Pawana (Batara Bayu), kemudian terjadilah hubungan asmara, sehingga Dewi Anjani berputra Maruti berwujud Wanara yang berbulu putih. Dewi Anjani akhirnya mendapat pengampunan dewa, kembali berparas cantik dan disemayamkan di istana para bidadari.

Itulah Mitos cerita dibalik keindahan dari Misteri Telaga Madirda yang diyakini sebuah telaga yang memiliki kembaran di Kahyangan