Ekonomi DIY Tumbuh lebih Tinggi dari Nasional
- VIVA Jogja/RedDoorz
Jogja, VIVA Jogja – Ekonomi DI Yogyakarta pada triwulan III 2024 tercatat tumbuh sebesar 5,05% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,95% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, DIY mencatatkan pertumbuhan tertinggi di wilayah Jawa dan lebih tinggi dari angka nasional yang masing-masing tumbuh 4,92% (yoy) dan 4,95% (yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Yogyakarta, Ibrahim dalam keterangan tertulisnya menyebutkan bahwa dari sisi Lapangan Usaha (LU), pertumbuhan ekonomi DIY didorong oleh industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan.
Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke DIY dalam periode libur sekolah dan pelaksanaan kampanye Pilkada serentak 2024 juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan LU industri pengolahan yang lebih tinggi, khususnya pada industri makanan dan minuman serta LU perdagangan. Tercermin dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan III 2024 sebesar 32,08%, yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 28,54%. Sedang LU konstruksi tumbuh sejalan dengan masih berlangsungnya pembangunan proyek PSN Tol Jogja-Solo, Tol Jogja-Bawen, dan proyek strategis daerah Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS).
Namun menurut Ibrahim, pertumbuhan yang lebih tinggi tertahan oleh LU pertanian yang menurun karena berakhirnya masa panen raya tanaman pangan dan mulai mempersiapkan masuknya masa tanam.
Sementara dari sisi permintaan, kinerja investasi, tumbuh meningkat sejalan dengan pertumbuhan LU konstruksi, sehingga kondisi ekonomi yang mulai membaik pasca berakhirnya Pilpres, juga meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan investasinya ke wilayah DIY.
Terkait dengan pertumbuhan ekonomi ini, konsumsi Rumah Tangga pun tumbuh yang ditopang oleh kebutuhan makanan dan minuman. Meski demikian konsumsi rumah tangga termoderasi seiring dengan alokasi prioritas kebutuhan biaya pendidikan.
Terkait perkiraan pertumbuhan ekonomi DIY pada 2024, Ibrahim mengatakan bahwa akan melanjutkan pertumbuhan positif pada kisaran 4,8-5,6% (yoy) dan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi DIY yang berkualitas dan berkelanjutan, tetap perlu kewaspadaan dalam menghadapi tantangan yang berasal dari perekonomian global maupun domestic.
“Tetap perlu diantisipasi, sinergi dan kolaborasi antara Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, dan instansi terkait lainnya akan terus diperkuat guna meningkatkan perekonomian DIY,” paparnya.
Inflasi Terkendali
Meski Badan Pusat Statistik (BPS) merilis DIY mencatatkan Indeks Harga Konsumen (IHK) DIY yang mengalami inflasi pada Oktober lalu, sebesar 0,09% (mtm), atau secara tahunan mengalami inflasi sebesar 1,57% (yoy). Secara kumulatif, inflasi DIY mencapai 0,57% (ytd).
Realisasi IHK DIY pada bulan Oktober 2024 lebih tinggi dibandingkan pada September 2024 yang mencatat deflasi 0,10% (mtm), dan secara tahunan mencatatkan inflasi 1,85% (yoy).
Capaian inflasi DIY yang tetap terjaga pada rentang sasaran nasional 2,5 ± 1%, tidak terlepas dari sinergi berbagai Upaya pengendalian inflasi dalam TPID DIY yang semakin solid.
Diketahui, penyumbang utama inflasi di DIY adalah kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan andil 0,10% (mtm). Berdasarkan komoditasnya, inflasi DIY disumbang oleh komoditas kopi bubuk dengan andil 0,04% (mtm) sejalan dengan meningkatnya harga kopi dunia, daging ayam ras, buncis dan bawang merah seiring dengan stok yang mulai menurun pasca musim panen yang telah berlalu.
Inflasi juga ditopang dari emas perhiasan akibat kenaikan harga emas global sebagai dampak berlanjutnya ketidakpastian dan ketegangan geopolitik global.
Sementara Inflasi lebih tinggi tertahan oleh menurunnya harga komoditas kelompok transportasi dengan andil sebesar -0,06% (mtm), jika ditinjau dari komoditas BBM yang mengalami penurunan
dengan andil inflasi -0,07% (mtm) sejalan dengan penetapan penyesuaian harga BBM non-subsidi jenis Pertamax (RON 92), Pertamax Green 95 (RON 95), Pertamax Turbon (RON 98), Dexlite, dan Pertamina DEX yang efektif berlaku per 1 Oktober 2024.
Sedang komoditas sayuran berupa wortel, cabai merah, terong, dan cabai hijau juga mengalami deflasi yang masing-masing memiliki andil -0,02% (mtm) sejalan dengan supply komoditas yang melimpah dari sentra produsen di tengah musim panen. (*)