Pendidikan 9 Tahun Gratis Jangan Diskriminasi pada Sekolah Swasta
- Dok Humas UMY
YOGYAKARTA, VIVA Jogja – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pendidikan gratis selama 9 tahun bagi seluruh anak di Indonesia, menjadi babak baru tantangan besar bagi pemerintah dalam implementasinya, khususnya penyelarasan dengan sekolah swasta.
Menanggpi itu, Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Nanik Prasetyoningsih mengatakan, tantangan hukum terbesar yang akan dihadapi pemerintah pusat maupun daerah dalam mengimplementasikan putusan ini adalah bagaimana menyelaraskan skema pembiayaan pendidikan gratis antara sekolah negeri dan swasta melalui kemitraan strategis.
“Putusan ini bersifat progresif yang secara tidak langsung memaksa negara untuk mengalokasikan dana untuk pembiayaan pendidikan dasar. Kalau pembiayaan ini hanya untuk sekolah negeri, maka itu bentuk diskriminasi dari negara. Di sinilah letak kerumitan utamanya. Pemerintah perlu memikirkan model pendanaan yang adil dan berkelanjutan,” kata Nanik.
Dikatakan, dalam amar putusan MK, pasal 34 ayat 2 Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai inkonstutisional bersyarat, ratio decidendi berikutnya yakni, MK menyatakan negara wajib menjamin terselenggaranya pendidikan dasar, tanpa memungut biaya, baik satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat. Bagi Nanik, hal ini menegaskan kembali pembiayaan tidak terbatas pada negeri, tapi juga sekolah swasta.
Adapun implikasi hukum dan kebijakan kompleks yang terjadi, imbas dari putusan ini. Nanik mengatakan, pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi menyusun kebijakan. Selain itu, pemerintah juga perlu mengalokasikan anggaran untuk mendukung pendidikan dasar gratis, sembari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara kooperatif melakukan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang relevan untuk mengakomodir keputusan ini.
Namun, menurut Nanik untuk menjalankan amanat konstitusi secara efektif, perlu membentuk tim pengawas yang akan memastikan proses distribusi anggaran ke sekolah negeri maupun swasta berjalan dengan aman dan merata.
“Pemerintah harus membentuk satuan pengawas juga, untuk memastikan distribusi merata. Diperlukan desain baru dari dana BOS. Sekarang sistem BOS juga tidak tepat sasaran, misalnya, ada pesantren yang tidak ada santrinya tapi dapat BOS. Putusan MK juga harus dilakukan sesegara mungkin untuk konversi anggaran-anggaran pelaksanaan ini juga dapat berjalan sesuai waktu yang diharapkan,” pungkas Nanik dalam sesi wawancara tersebut.