The Silent Pandemic: Social Media and Loneliness, Potret Kesepian di Era Virtual
- Ist
DI TENGAH era digital yang serba terhubung, fenomena kesepian justru semakin mengemuka. Ironisnya, keberadaan media sosial yang seharusnya mempermudah interaksi sosial justru seringkali memperparah perasaan terisolasi.
Kesepian kini bukan sekadar masalah individu. Namun telah menjadi pandemi sunyi yang menyusup di balik layar ponsel pintar. Menurut studi yang dilakukan oleh University of Pennsylvania pada 2018, membatasi penggunaan media sosial hanya 30 menit per hari dapat secara signifikan menurunkan tingkat kesepian dan depresi.
Studi ini menunjukkan korelasi kuat antara penggunaan media sosial yang berlebihan dan kesehatan mental yang memburuk.
Julianne Holt-Lunstad, Ph.D., seorang profesor psikologi dari Brigham Young University, menyatakan bahwa, kesepian bisa berdampak negatif terhadap kesehatan setara dengan merokok 15 batang rokok per hari.
Penelitian Julianne ini menunjukkan bahwa isolasi sosial meningkatkan risiko kematian dini sebesar 29%. Di saat bersamaan, banyak individu mulai menggantikan interaksi tatap muka dengan komunikasi digital. Padahal, komunikasi daring cenderung dangkal dan kurang menghadirkan kedalaman emosi.
Jean M. Twenge, Ph.D dalam bukunya iGen, mengemukakan bahwa media sosial telah mengubah cara generasi muda membangun dan memelihara hubungan. Sayangnya, ini sering menyebabkan keterasingan, bukan kedekatan.
American Psychological Association (APA) juga melaporkan bahwa individu yang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial, cenderung melaporkan tingkat kecemasan sosial yang lebih tinggi.