“Seribu Bayang Purnama” Potret konflik dan Tantangan Petani Indonesia
- DOK
VIVA Jogja - Disutradarai Yahdi Jamhur dengan penulis skenario Swastika Nohara, film “Seribu Bayang Purnama” mengangkat tema kehidupan petani Indonesia, menghadirkan bintang-bintang seperti Marthino Lio, Whani Darmawan, Nugie, dan Aksara Dena dan Givina.
Seribu Bayang Purnama diproduksi oleh Baraka Films, sebuah drama keluarga berdasar kisah nyata perjuangan para petani di pelosok negeri, penuh dengan kritik sosial terhadap sistem pertanian yang timpang, konflik sosial sebagai metafora dari kondisi masyarakat, tekanan kapitalis industri seperti tengkulak, mahalnya biaya produksi, dan minimnya dukungan.
Melalui visual yang kuat dan narasi yang menyentuh, tokoh utamanya Putro Purnomo (diperankan oleh Marthino Lio) kembali ke desanya dan bertekad membangun kembali tanah warisan keluarganya dengan metode pertanian alami seperti sang ayah (Nugie).
Tantangan besar muncul dari keluarga rival, termasuk dilema cintanya dengan Ratih (Givina), pemilik toko pupuk kimia yang juga anak dari saingan keluarganya. Putro jatuh cinta pada Ratih, dan mereka menjadi simbol dari dilema antara tradisi dan modernitas, antara idealisme dan kompromi.
Dengan alur yang emosional, sinematografi yang memikat, dan pesan yang kuat, film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menggugah kesadaran.
“Film dengan tema pertanian mungkin masih terdengar asing di perfilman Indonesia. Padahal dunia pertanian ini merupakan salah satu bidang yang sangat penting bagi negara agraris seperti Indonesia. Melalui film ini kami mencoba mengangkat cerita kehidupan petani dengan segala suka dukanya sehingga petani ini bisa terangkat derajatnya,” ungkap Yahdi Jamhur.
Bayang Purnama sekaligus founder dari Baraka Films menambahkan, ide awal dari film ini berawal dari kegelisahan akan nasib petani yang kesejahteraannya masih jauh dibawa ideal.