Sidowarno, Desa Ikonik Wayang yang Mendunia

Wayang menjadi ikon desa wisata Sidowarno, Klaten
Sumber :
  • VIVA Jogja/Kemenparekraf RI

Klaten, VIVA Jogja - Ingat wayang, ingat Sidowarno. Desa asri yang terletak di wilayah Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten dan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kota Surakarta, ini adalah desa ikonik wayang.

Semoyo, Dari Kawasan Tandus Menjelma Jadi Desa Wisata yang Ijo Royo-royo

Apapun tentang wayang dan beragam pernik pendukungnya ada dan diproduksi di desa ini. Sejak ditahbiskan jadi desa wisata khusus wayang, Sidowarno sontak mendunia. Hasil produksi wayangnya terkenal dengan ciri khas terbuat dari kulit kerbau.

Baron Wayang, Ketua Pilar Wirausaha Desa Sidowarno mengisahkan awal mula desanya mulai bergeliat menekuni kerajinan wayang kulit. Dipelopori Rujito Suprayoga, yang saat itu menjabat kepala desa, warga mulai membentuk kelompok usaha bersama (Kube) untuk mencari sumber pendapatan bagi warga setempat.

Menjaga Eksistensi Wayang Kulit di Kalangan Gen-Z

Pada 2009, terbentuk 20 kube. Seiring berjalannya waktu, sayangnya kube-kube itu pun bertumbangan. Hanya satu kube yang mampu bertahan, yakni Kube Wayang yang dipimpin Mamik Raharjo.

Namun, dari semula digawangi 11 orang, anggota kube wayang pun berguguran dan hanya menyisakan 5 orang. Kelima orang itu pun bertekad “tak akan mencari pekerjaan, tapi akan menciptakan sebuah pekerjaan”.

Hargotirto, Kulon Progo Ditetapkan Sebagai 75 Desa Wisata Terbaik Berkelas Dunia

Juara Kampung Berseri Astra

Pada Februari 2017, kube wayang yang terus berkembang mulai dilirik dan ditawari menjadi mitra CSR Astra. Semula tawaran itu tak langsung disambut.

“Setelah berpikir panjang, pada 11 Agustus 2018, akhirnya kami resmi jadi mitra CSR Astra, dengan empat pilar yaitu Pilar Pendidikan, Pilar Wirausaha, Pilar Lingkungan dan Pilar Kesehatan,” ujar Baron Wayang.

Suasana desa wisata Sidowarno

Photo :
  • VIVA Jogja/Kemenparekraf RI

Tahun 2021 menjadi tahun keemasan Sidowarno. Bersaing dengan 1.100 peserta dari seluruh Indonesia, Sidowarno menang dan keluar sebagai juara 1. Kemudian mengikuti lagi Kampung Berseri Astra (KBA) Inovasi dan terpilih jadi juara 1.

“Selama tahun 2021 itu, kami berhasil merebut total 5 gelar juara,” tegas Baron.

Pada 19 Februari 2022, mereka mendapatkan dana dari Astra untuk membangun Omah Wayang. Bangunan joglo itu menjadi workshop produksi wayang.

Dalam kompetisi desa wisata se-Jateng pada 2022, Sidowarno berhasil merebut juara Harapan 1.

Pada 2022, Sidowarno kembali menjadi juara 2 pada Lomba KBA Inovasi. Pada 2023, Sidowarno mengikuti Akademi Desa Wisata Indonesia (ADWI) dan berhasil meraih juara 4 dengan kategori Souvenir.

“Setelah pulang dari Jakarta masih mengikuti Lomba KBA Inovasi lolos sebagai Juara 3 kategori Kriya Budaya tingkat nasional,” ujar pria bernama asli Sunardi ini.

Ilmu menatah wayang pun diturunkan kepada anak-anak di desa ini. Puluhan anak-anak dilatih natah wayang, yaitu tatah sungging dan pendidikan menari setiap hari Kamis.

“Sedangkan untuk anak PAUD dan TK kita berikan edukasi menggambar wayang. Tujuannya agar budaya wayang tidak punah dan untuk menanamkan kepada anak untuk mencintai budayanya sendiri, sekaligus mengurangi anak bermain HP,” ungkap Baron, yang juga menjabat Koordinator Desa Wisata Sidowarno.

Omah Wayang di Desa Sidowarno

Photo :
  • VIVA Jogja/dok Desa Sidowarno

Mengapa memilih ciri khas kulit kerbau? Kata Baron, kulit kerbau sengaja dipilih karena memiliki daya tahan yang cukup baik terhadap panas dan dingin. Bahan baku kulit kerbau ini didatangkan dari NTT dan Toraja Sulawesi.

Produksi wayang Sidowarno yang berkualitas baik rupanya menaruh minat sejumlah dalang terkenal. Terutama dalang dari Jawa Timur, seperti dari Ponorogo, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Gresik, Jember, Banyuwangi. Termasuk dalang kondang Manteb Sudarsono, Anom Suroto dan Bayu Adji.

“Harga satu set wayang dengan jumlah minimal 170 anak wayang cukup variatif. Tergantung dari bahan pewarnaannya. Seperti pewarnaan yang menggunakan broom baru Rp150 juta hingga Rp200 juta. Sedangkan yang menggunakan pewarnaan emas harganya bisa mencapai hampir Rp1 miliar,” jelas Baron.

Produk wayang pun sudah go international, sampai ke beberapa Negara, seperti Korea Selatan, Spanyol, Jepang dan Swiss, yang dipasarkan melalui para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Negara tersebut.

Karena menjadi desa wisata, Sidowarno memiliki keunggulan dalam paket eduwisata terkait workshop pembuatan wayang seperti workshop pengerokan, penatahan, dan pelukisan. Desa ini juga memiliki keunggulan kriya lain seperti seni kaligrafi, seni payet(hiasan baju pengantin jawa), dan kriya eceng gondok.

Desa wisata wayang ini cocok dikunjungi ketika libur anak sekolah, dan dijadikan salah satu pilihan eduwisata dalam mengisi libur anak karena anak dapat belajar terkait wayang beserta kegiatan outbound lainnya seperti jemparingan, permainan tradisional dalam paket yang disediakan pihak pengelola.

Dari tempat edukasi pembuatan wayang kulit Desa Wisata Sidowarno, Klaten, para tamu diajak ke lokasi jemparingan. Di tempat itu, tamu bisa berdandan ala Arjuna maupun Semar.

Anak-anak bermain dengan kostum punakawan

Photo :
  • VIVA Jogja/Kemenparekraf RI

Selanjutnya, para tamu diajak menikmati kuliner di lokasi pemancingan di pinggir Sungai Bengawan Solo sebelum kembali lagi ke Joglo Omah Wayang.

Bagi mereka yang ingin menginap, ada homestay yang disediakan warga. Ada sekitar 15 homestay yang disiapkan di wilayah Butuh. Baron mengatakan tamu yang berdatangan ke Desa Wisata Wayang berasal dari berbagai daerah seperti wilayah Soloraya, Jakarta, serta Jogja.

Kepala Desa Sidowarno, Jaka Sumarna mengungkapkan, pihaknya mengajak wisatawan untuk datang ke desanya.

“Datanglah ke desa kami. Di sini semuanya ada, mau belajar natah wayang, belajar tari, berwisata sekaligus nguri-uri kebudayaan peninggalan leluhur,” kata Jaka Sumarna, yang menjabat kades periode 2019-2027 ini.

Desa Sidowarno, kata Jaka, merupakan gabungan dari dua desa yang menjadi satu yaitu Desa Sidomulyo bagian selatan dan Desa Warnorejo bagian utara. Kedua desa tersebut kemudian digabung menjadi satu desa dengan mengambil nama depan pada kedua desa tersebut. Yaitu Sido dan Warno yang selanjutnya dinamakan Desa Sidowarno.

“Sidowarno memiliki makna Sido yang berarti Menjadi, dan Warno yang berarti Berwarna. Dengan nama tersebut, dikandung maksud Desa Sidowarno dengan berbagai kekayaan sosial dan budaya diharapkan mampu memberikan warna kepada desa untuk menjadi desa yang semakin maju dengan keanekaragaman warna sosial dan budaya,” pungkasnya.