Penelitian Kebijakan dan Praktik Penyelundupan Benih Lobster di Indonesia, Ini Hasilnya
- Istimewa
YOGYAKARTA, VIVA Jogja - Budidaya lobster di Indonesia menjadi potensi besar di sektor perikanan. Salah satu tahapan hidup lobster yang bernilai tinggi adalah puerulus, atau benih lobster yang baru bermetamorfosis dari larva. Potensi ini sejatinya bisa menjadikan Indonesia sebagai pusat budidaya lobster dunia.
Namun, perubahan iklim dan degradasi habitat turut memperumit upaya pelestarian spesies ini secara berkelanjutan. Naiknya suhu laut, kerusakan terumbu karang, serta penurunan kualitas ekosistem pesisir turut mengancam siklus hidup alami lobster, termasuk keberadaan benihnya di alam. Tanpa intervensi yang berbasis ekologi dan berbasis komunitas, peluang pemulihan populasi lobster di alam akan semakin menipis. Termasuk di dalamnya lemahnya penegakan hukum, serta maraknya praktik penyelundupan.
Selama hampir satu dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah menerapkan lima kebijakan berbeda terkait pengelolaan puerulus. Kebijakan larangan ekspor yang diberlakukan sejak 2015 sebetulnya bertujuan mulia, yakni untuk mendorong budidaya lobster dalam negeri dan menjaga kelestarian populasi lobster di alam. Sayangnya, hal ini belum diiringi dengan kesiapan infrastruktur, teknologi, dan kapasitas kelembagaan yang memadai. Akibatnya, kebijakan tersebut justru melahirkan dampak tak terduga, seperti lonjakan penyelundupan benih lobster ke luar negeri.
Data menunjukkan bahwa nilai kerugian negara akibat penyelundupan ini bisa mencapai lebih dari Rp 1 triliun per tahun, menunjukkan skala masalah yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Temuan ini telah dipublikasikan dalam jurnal Quartil 1 (Q1) Marine Policy pada Agustus 2024 silam dengan judul “Caught in the net: Unravelling policy challenges and smuggling dynamics in Indonesia’s puerulus exploitation”. Penelitian lintas disiplin ilmu dan institusi ini melibatkan kolaborasi antara akademisi dari ilmu perikanan, ekonomi, dan hukum dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Lampung, serta Turku School of Economics di Finlandia dengan memetakan dinamika pengelolaan benih lobster secara menyeluruh.
Menggabungkan wawancara mendalam terhadap nelayan, pengepul, hingga perwakilan perusahaan ekspor, serta data putusan pengadilan. Studi ini mengungkap bahwa penyelundupan benih lobster marak terjadi justru saat kebijakan pelarangan diberlakukan. Para pelaku memanfaatkan celah hukum, lemahnya pengawasan, serta jaringan perdagangan lintas negara yang sudah terbentuk sejak lama.