Nikmatnya Sate Klatak khas Bantul : Sederhana, Tapi Bikin Rindu dan Menggoda Lidah
- VIVA Jogja/ist
VIVA Jogja - Di antara gemerlap kuliner Yogyakarta, tersembunyi sebuah sajian sederhana namun menggugah selera: sate klatak. Bukan sekadar sate biasa, hidangan khas dari daerah Pleret, Bantul ini mampu membuat siapa pun kembali rindu hanya dari satu tusukan.
Berbeda dengan sate pada umumnya yang ditusuk dengan batang bambu, sate klatak tampil unik dengan tusuk besi ruji sepeda. Bukan tanpa alasan—logam menghantarkan panas lebih baik, membuat daging matang merata hingga ke dalam tanpa kehilangan kesegaran atau kelembutannya.
Daging kambing muda yang digunakan pun hanya dibumbui garam dan sedikit lada. Sangat sederhana. Namun justru dari kesederhanaan inilah letak kelezatannya. Saat disajikan, aroma gurih langsung menyapa hidung.
Daging kambing yang empuk, juicy, dan tidak berbau prengus (bau khas kambing) menjadi bukti tangan-tangan terampil di dapur. Tak jarang sate klatak disajikan bersama kuah gulai panas yang gurih dan kaya rempah.
Perpaduan sate dan kuah ini menciptakan harmoni rasa yang tak terlupakan: asin, gurih, dan sedikit pedas menyatu dalam setiap suapan. Sensasi makan sate klatak juga tak lengkap tanpa suasana angkringan khas pinggir jalan.
Duduk di kursi panjang kayu, ditemani obrolan hangat dan teh tubruk, membuat pengalaman menyantap sate klatak terasa hangat dan akrab. Kuliner ini bukan hanya soal rasa, tapi juga soal budaya dan kehangatan.
Sate klatak telah menjadi ikon, bukan hanya bagi warga lokal, tapi juga bagi wisatawan. Tak heran bila warung-warung seperti Pak Pong atau Pak Bari selalu ramai, bahkan hingga larut malam. Karena pada akhirnya, sate klatak bukan sekadar makanan. Ia adalah pengalaman—tentang rasa, tradisi, dan kenangan yang akan selalu membuat kita ingin kembali.