Inpres Pengentasan Kemiskinan Ekstrem, Perbaiki Data dan Tepat Sasaran

UGM Peringkat 383 Dunia Versi QS Sustainability Ranking 2025
Sumber :
  • Istimewa

YOGYAKARTA, VIVA Jogja - Instruksi Presiden RI (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pengentasan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem telah diterbitkan pada 27 Maret 2025 lalu, dan Inpres tersebut diatur tentang pendanaan untuk optimalisasi pelaksanaan pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem yang dapat bersumber dari APBN, APBD dan Anggaran Belanja Desa serta sumber lainnya.

Kunjungi Operator Transjogja PT AMI, JogjaKita Sinergikan Ekosistem Digital Transportasi Lokal

Namun menurut pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM Dr Hempri Suyatna, keberhasilan pengentasan kemiskinan tidak cukup hanya bergantung pada instruksi normatif, melainkan juga didukung tingkat implementasi menyelesaikan akar persoalan di lapangan. "Substansi Inpres ini sudah bagus, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana implementasinya. Jangan sampai hanya berhenti pada aturan di atas kertas," ujarnya, Selasa (29/04/2025).

Perbedaan persepsi

Dengan Tekad Kuat, Buruh Serabutan dan Penderes Kelapa Siap Ikut Transmigrasi

Hempri menyebutkan, salah satu persoalan lain yang perlu dibenahi adalah perbedaan persepsi para pemangku kepentingan tentang konsep kemiskinan dan kesejahteraan. Pasalnya data dan indikator masyarakat miskin dari Badan Pusat Statistik dengan Bank Dunia berbeda. Bahkan hingga saat ini ini masih sering terjadi ketidaksamaan pandangan antara pemerintah, swasta, hingga masyarakat tentang siapa yang masuk kategori miskin atau sejahtera. “Jangan-jangan ketidakmampuan pengentasan isu kemiskinan selama ini disebabkan karena para pengambil keputusan tidak memiliki persepsi yang sama tentang konsep kemiskinan dan kesejahteraan sehingga memunculkan fenomena salah sasaran,” selidiknya.

Menurutnya, tiga strategi utama dalam Inpres tersebut, yakni pengurangan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan penurunan kantong kemiskinan. Ia menilai pendekatan ini baik, tetapi perlu dilengkapi dengan penguatan dimensi sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan. "Kemiskinan jangan hanya dilihat dari dimensi ekonomi. Kita memiliki modal sosial yang kuat, seperti gotong royong dan solidaritas komunitas yang seharusnya dioptimalkan dan diberdayakan mengingat indeks kedermawanan dan religiositas masyarakat kita begitu tinggi," ungkapnya.

DIY Kempanyekan Becak Kayuh Listrik untuk Malioboro Ramah Lingkungan

Dalam implementasinya, dibutuhkan fleksibilitas pendekatan di tiap daerah. Inpres ini harus berfungsi sebagai pedoman umum, sedangkan pelaksanaannya di tingkat daerah perlu disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan lokal. "Kalau diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan karakteristik daerah, khawatirnya malah tidak efektif. Harus ada variasi model pembangunan sesuai kekuatan lokal masing-masing," jelasnya.

Koordinasi lemah

Halaman Selanjutnya
img_title