Usulan Daerah Istimewa Baru, Utamakan Kesejahteraan Rakyat Bukan Kepentingan Elit
- DOK Pribadi
YOGYAKARTA, VIVA Jogja - Usulan pembentukan daerah istimewa maupun daerah otorita baru di Indonesia sebaiknya perlu ditinjau lebih mendalam, karena usulan itu tidak sepenuhnya demi kepentingan menjalankan pemerintah yang efektif dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi lebih sekedar memenuhi kepentingan elit yang ingin berkuasa.
Hal itu diungkapkan pakar Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Dr Abdul Gaffar Karim yang menilai setiap kebijakan pemerintahan, termasuk pembentukan daerah baru, sebaiknya harus berpijak pada tujuan besar mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Jika tujuannya bukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat maka usulan tersebut diabaikan saja. "Apapun langkah yang mau dilakukan, ini mendukung upaya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat atau tidak? Kalau tidak, tidak perlu dilakukan," ujarnya, di Kampus UGM.
Menurut Gaffar, salah satu kunci tercapainya kesejahteraan adalah pemerintahan yang efektif. Menurutnya, pembentukan daerah istimewa atau otorita baru hanya akan berguna jika benar-benar mampu mendorong efektivitas pemerintahan. "Kalau sekadar untuk memudahkan sirkulasi elit dan mengatur kekuasaan, menurut saya tidak ada gunanya," tegasnya.
Bahkan menurutnya akan muncul potensi risiko jika pembentukan daerah baru hanya dijadikan kendaraan politik elit. Ia mencontohkan pengalaman pemekaran daerah yang justru membengkakkan biaya pemerintahan dan membuka peluang korupsi. "Yang terjadi nanti rakyat tidak kunjung sejahtera, malah elit politik yang sejahtera. Ketimpangan sosial malah makin lebar," tegasnya.
Menanggapi argumen yang menyebut daerah bekas kerajaan layak diangkat menjadi daerah istimewa, menurutnya argumen tersebut tidak cukup kuat. Dari sisi historis, urgensinya juga perlu diperhatikan. Gaffar mencontohkan, hanya DIY yang memiliki struktur pemerintahan kerajaan yang masih utuh hingga kini, mulai dari raja, istana, wilayah, sistem politik, prajurit, dan lain sebagainya. "Kalau daerah lain, tinggal sejarahnya saja. Struktur pemerintahannya sudah tidak lengkap. Jadi argumen itu sangat lemah," katanya.
Fenomena daerah istimewa di Indonesia selama ini lahir karena faktor sejarah khusus dan urgensi, seperti DIY dengan perannya dalam kemerdekaan, Aceh dengan sejarah konfliknya, atau DKI Jakarta dengan status ibu kota negara. Daerah-daerah tersebut diberikan kewenangan khusus, seperti fleksibilitas urusan pertanahan di DIY, legalnya partai lokal di Aceh, hingga spesialnya tata kelola kabupaten/kota di DKI Jakarta.