Modantara: Wacana Pemaksaan Komisi 10% Ancam Ekonomi Digital
- Istimewa
YOGYAKARTA, VIVA Jogja – Wacana pemaksaan komisi 10% dan reklasifikasi mitra (Ojek/driver online) menjadi pegawai tetap bukan hanya berisiko, namun juga berdampak pada berhentinya denyut ekonomi digital Indonesia.
Direktur Eksekutif Industri Mobilitas dan Pengantaran Digital (Modantara) Agung Yudha, dalam keterangan tertulisnya menyatakan bahwa aksi yang terjadi harus bisa dipahami sebagai pengingat bahwa sektor mobilitas dan pengantaran digital adalah bagian vital dari kehidupan masyarakat modern.
Menyikapi hal ini, Modantara menegaskan posisi industri secara lugas, adil, dan berbasis kepentingan jangka panjang. “Kami memahami keresahan mitra, namun solusi harus berpijak pada realitas ekonomi, bukan sekadar wacana politik,” ujar, Agung Yudha, Rabu (21/05/2025).
Dalam kondisi ketenaga-kerjaan bangsa Indonesia, terbukti bahwa ekosistem ini justru jadi bantalan sosial saat krisis. “Oleh karenanya kebijakan yang mengaturnya harus berpijak pada data dan mempertimbangan dampak jangka Panjang,” tegasnya.
Secara tidak langsung, Agung Yudha menyebutkan komisi 10% bukan solusi universal. "Komisi tidak bisa diseragamkan seperti tarif parkir. Industri ini bergerak dinamis dan bertumbuh tanpa aturan yang kaku dan seragam,” tegasnya.
Menurutnya, batasan atas 10% komisi akan memaksa beberapa platform mengubah model bisnisnya secara signifikan dan mendadak. Wacana ini terdengar sederhana namun efeknya menjadi kompleks, sistemik, dan mengancam kestabilan ekonomi.
Setiap platform, lanjutnya memiliki model bisnis yang berbeda dengan tawaran komisi yang berbeda-beda, menyesuaikan dengan segmentasi layanan, target pasar, inovasi teknologi, dan kebutuhan mitra. “Mitra memiliki pilihan untuk memilih layanan dengan platform fee yang sesuai kebutuhan tanpa harus memaksa penyeragaman,” paparnya.