Komisi D DPRD DIY : Jangan Sampai Anak Tak Dapat Sekolah Karena Terganjal Sistem
- jogja.viva.co.id/Wuri D
YOGYAKARTA, VIVA Jogja – Ketua Komisi D DPRD DIY, RB Dwi Wahyu Budiantoro mengaku menerima keluhan masyarakat yang kesulitan mengakses sistem SPMB yang dilaksanakan secara online. Karena itu perlu ada evaluasi sistem pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
SPMB berbasis digital harus ada sosialisasi dan edukasi secara masif kepada masyarakat sehingga ketika SPMB dimulai masyarakat benar-benar sudah paham cara dan alur yang harus dilakukan. "Untuk SPMB yang banyak masyarakat mengeluh kesulitan. Ya, kita memang harus mengevaluasi sistem. Jadi sistem yang harus berbasis digital harus ada sosialisasi berikut ada edukasi kepada masyarakat untuk bisa mengakses. Artinya ketika digital itu akan menjadi sebuah alur yang menurut masyarakat itu bisa independen maka masyarakat juga harus memahami digital," kata RB Dwi Wahyu, Sabtu (21/6/2025).
Menurutnya, bagaimana masyarakat yang belum paham tentang digital maka Disdikpora harus memberikan edukasi kepada masyarakat, komite atau sebelum ada kelulusan ada sosialisasi kepada wali murid tentang alur sistem pendaftaran siswa.
RB Dwi Wahyu menekankan pentingnya evaluasi sistem SPMB untuk memastikan terpenuhinya hak anak mendapatkan sekolah. Jangan sampai ada anak yang tidak mendapatkan sekolah karena ketidakpahaman akan sistem alur SPMB. "Maka sistem yang hari ini sudah terlaksana pasti ke depan juga harus kita evaluasi supaya masyarakat bisa mengakses. Jangan sampai anak itu tidak sekolah atau sekolah tidak sesuai dengan keinginannya hanya terganjal oleh sistem. Itu menjadi keprihatinan kita. Maka, setelah ini juga kami akan evaluasi dengan dikpora," tandasnya.
Ditambahkan Anggota Komisi D DPRD DIY dari Dapil Kulon Progo, Fajar Gegana menilai perlunya evaluasi zona SPMB karena masih adanya wilayah yang sulit terakomodir untuk masuk di sekolah negeri. "Terkait SPMB, SMA, SMK ataupun yang di bawahnya SMP, SD itu mungkin ya perlu penyempurnaan ataupun evaluasi yang dari sisi zona karena masih ada zona-zona yang belum sesuai," katanya.
Fajar mencontohkan pada SPMB SMP, calon siswa dari wilayah Karangwuni akan sulit mendaoatkan sekolah negeri karena keterbatasan sekolah negeri di sekitarnya. "Misal contoh seperti Karangwuni. Nah, Karangwuni itu warga mau mendaftarkan ke SMP itu juga susah karena SMP-nya mau ikut Sogan juga enggak masuk, Wates juga enggak masuk. Yang paling dekat itu SMP Pleret atau Panjatan 2. Nah, di dua SMP itu pun kuotanya kalau sudah habis, kalau sudah penuh juga enggak bisa masuk. Nah, ini salah satu contoh zona yang perlu dievaluasi," katanya.
Fajar juga menyebut sistem jalur khusus Umbulharjo yang diterapkan pada SPMB di wilayah Kota Yogyakarta sebenarnya bisa diadopsi di Kulon Progo untuk memberi ruang bagi anak di wilayah seperti Karangwuni tersebut.