Kirab 28 Kendi Air Keramat di Malam Satu Suro, Cara Refleksi Diri WargaTumpangkrasak Kudus
- arif
KUDUS, VIVAJogja- Perayaan pergantian Tahun Baru Masehi yang identik dengan kemeriahan pesta kembang api, justru berbanding terbalik dengan tradisi masyarakat Desa Tumpangkrasak, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.
Warga menyambut pergantian Tahun Baru Islam 1447 Hijriah, dengan suasana hening, penuh kontemplasi dan sarat nilai spiritual. Malam Satu Suro yang sakral dan sarat makna, mengajak warga desa setempat merefleksikan diri, membersihkan jiwa dan menyatu dengan semesta dalam keheningan.
Satu Suro adalah hari pertama dalam bulan Suro menurut penanggalan Jawa, yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah. Tradisi ini lahir sejak era Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram Islam, yang menggabungkan sistem kalender Islam dengan budaya lokal.
Kepala Disbudpar Kudus dukung Kades Sarjoko lestarikan budaya desa.
- arif
Salah satu kearifan local di Desa Tumpangkrasak, yakni menggelar prosesi budaya Tirta Pusaka “Tetesing Suci Wiyosaning Leluhur” pada Kamis malam (26/6/2025). Gelaran tradisi ini bertepatan dengan malam Jumat Kliwon atau malam 1 Suro dalam penanggalan Jawa.
Tradisi ini menjadi perwujudan komitmen masyarakat setempat dalam nguri-uri kabudayan atau melestarikan budaya leluhur yang mulai terkikis zaman. Prosesi dimulai dengan pengambilan air dari empat punden desa dengan terkumpul 28 kendi air suci.
Selanjutnya, air dari keempat titik punden dimasukkan kendi dan diarak menuju Balai Desa Tumpangkrasak. Warga Tumpangkrasak pun meyakini bahwa air tersebut memiliki nilai keberkahan. Kemudian digunakan dalam prosesi rebutan air sebagai rangkaian dari kirab budaya.