Pesona Candi Gunung Wukir Magelang, Jejak Kerajaan Medang di Bumi Mataram

Situs Candi Gung Wukir peninggalan Kerajaan Medang di tanah Mataram
Sumber :
  • IST

MAGELANG, VIVA Jogja – Pesona Candi Gunung  Wukir di Kabupaten Magelang, menjadi salah satu prasasti penting dalam sejarah Indonesia.

Bangunan cagar budaya ini merupakan peninggalan sejarah pertama yang mencantumkan tahun pembuatannya dan menjadi penanda berkuasanya Kerajaan Medang di tanah Mataram.

Situs Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal, adalah candi bercorak Hindu yang ditemukan bersama Prasasti Canggal.  

Dalam prasasti  yang ditemukan di Dusun Canggal, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang juga mencantumkan tahun pembuatannya.

“Sehingga Prasasti Canggal menjadi tonggak sejarah, dan kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta,”  ujar Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispuspa) Kabupaten Magelang, Wisnu Budi Argo Budiono, Jumat 1 Februari 2025.

Dari keterangan yang terukir di Prasasti Canggal, kata Wisnu, para peneliti memperkirakan nama pendiri Candi Gunung Wukir adalah Raja Sanjaya. 

Selain itu, Raja Sanjaya juga pendiri Kerajaan Mataram Kuno sekaligus sebagai raja pertamanya. 

 

Candi Gunung Wukir di Kabupaten Magelang

Photo :
  • IST

 

Pada zaman Kerajaan Mataram Kuno dan Candi Gunung Wukir, terdapat empat candi. 

Yaitu candi induk dan tiga candi perwara (pendamping) yang ada di depannya.

“Sayangnya, keadaan candi-candi dari batu andesit tersebut tidak lagi utuh dan hanya menyisakan sedikit reruntuhan. Namun dari penemuan yoni dan arca Nandi (lembu), dapat diketahui bahwa Candi Gunung Wukir bercorak agama Hindu,” ucap Wisnu.

Candi Wukir berada di atas bukit yang termasuk kawasan Dataran Kedu. 

Untuk menuju candi harus dicapai dengan berjalan kaki mendaki sekitar 300 meter dari Dusun Canggal. 

Letaknya berada di dekat jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Salam dengan Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang.

Dalam Wikipedia disebutkan, kawasan Dataran Kedu diketahui memiliki banyak peninggalan sejarah. 

Di dekat candi Gunung Wukir juga ditemukan peninggalan dari era yang sama, candi Losari (ditemukan 2004) dan Petirtaan Mantingan (ditemukan 2019). 

Agak jauh, di arah barat laut, juga ditemukan Candi Gunungsari dan Candi Ngawen. Semua candi ini, kecuali candi Ngawen, berada dalam wilayah Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang.

Sejarah Candi Wukir, merupakan candi tertua yang dapat dihubungkan dengan penanggalan yang tertera pada suatu peninggalan sejarah. 

Berdasarkan prasasti Canggal yang ditemukan pada 1879 di reruntuhan candi Gunung Wukir, pendiriannya diduga pada masa pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada 732 M (654 tahun Saka).

Prasasti itu memuat banyak informasi berkait dengan Kerajaan Medang atau Mataram Hindu. 

Berdasarkan prasasti ini, Candi Gunung Wukir diduga memiliki nama asli Shiwalingga di Kunjarakunja. 

Nama Gunung Wukir diambil dari nama bukit tempat candi ini berada. 

Yang dalam bahasa Jawa berarti gunung atau bukit, sehingga nama ini sebenarnya reruntuhan.

Tempat reruntuhan candi, mempunyai ukuran 50×50 meter. 

Bangunan candi tersusun dari batu andesit, dan setidaknya terdiri atas satu candi induk dan tiga candi perwara. 

Selain prasasti, di kompleks candi juga ditemukan yoni, lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina Nandi. 

Terdapat yoni besar yang berada di candi utama, dan dua yoni lebih kecil yang berada di candi perwara.

Wisnu menyampaikan, berdasarkan catatan Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta, candi-candi tersebar di wilayah Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Magelang. 

“Umumnya terbuat dari batu andesit, yang biasa terdapat di sekitar gunung berapi. Bahan-bahan lain seperti batu putih hanya dipergunakan sebagai pelengkap, misalnya sebagai pagar keliling candi,” paparnya.

Batu-batu disusun tanpa adonan spesial, kecuali pada bagian tertentu di sisi luar. 

Setelah bentuknya tersusun, barulah hiasan-hiasan dipahatkan pada permukaaannya yang rata. 

Pada saat ditemukan, sebagian besar candi berada dalam kondisi rusak berat. 

Bebatuan yang menjadi inti bangunannya berserakan di sejumlah tempat, terkadang hingga jauh dari tempatnya semula.

Bahkan, katanya, sebagian dari bebatuan candi yang bernilai sejarah itu telah berubah fungsi, seperti menjadi tanggul atau pondasi rumah penduduk yang bermukim di sekitarnya. 

Banyak alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan kerusakan candi-candi di masa lampau, di antaranya adalah terjadinya bencana alam yang sangat dahsyat, seperti banjir, gempa bumi, atau letusan gunung berapi.

Peperangan dan perebutan kekuasaan, terang Wisnu, juga ditengarai menjadi penyebab kerusakan struktur bangunan candi.

Dalam setiap peperangan, pusat-pusat pemerintahan kerajaan umumnya menjadi target untuk dibumihanguskan, dan candi sebagai bangunan suci pun tak luput dari pengrusakan dan penghancuran selama perang berlangsung.

Di lain sisi, pelaku wisata Jeep Jurang Jero, Muntilan, Rofi’i pun berharap kawasan Candi Wukir bisa menjadi jalur paket wisata. 

Sebab lokasinya tidak jauh dari lereng Gunung Merapi, sehingga bisa menambah wawasan pengetahuan bagi wisatawan. 

“Candi Wukir menyimpan sejarah panjang nenek moyang sesuai peradabannya. Peninggalan Candi Wukir di atas bukit Gunung Wukir, rutenya cukup menantang saat dilalui dengan jalan kaki,” terangnya.