Pengamat UGM: Pemilu 2024 Masih Terjebak pada Agenda Rutinitas Politik
- Dokumentasi ugm
Jogja –Pemilu 2024 bukan hanya sebagai bagian dari rutinitas pesta demokrasi lima tahunan dalam rangka melakukan pergantian para calon pemimpin baik di tingkat legislatif maupun eksekutif.
Namun, lebih dari itu pemilu pada tahun depan diharapkan akan terpilih pemimpin dan wakil rakyat yang berpihak pada masyarakat lemah, menguatnya pemilih muda yang cerdas, anti politik uang dan menguatkan politik dan diskursus di era demokrasi.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Pojok Bulaksumur yang bertajuk Pemilu 2024: Antara Penegakan Hukum dan Keberpihakan Ekonomi, Jumat, 25 Mei 2023, di selasar timur Gedung Pusat UGM.
Diskusi yang diselenggarakan oleh Humas dan Protokol UGM ini menghadirkan tiga orang narasumber yakni Sosiolog Politik UGM, Dr. Arie Sujito, Ketua Pusat Kajian Demokrasi Konstitusi, dan HAM FH UGM, Dr Yance Arizona, dan Ekonom FEB UGM, Dr. Dumairy.
Sosiolog UGM, Arie Sudjito, mengatakan penyelenggaraan pemilu 2024 seharusnya bisa lebih baik dibandingkan pemilu sebelumnya. Sebab, idealnya setiap penyelenggaraan pemilu memiliki terobosan baru seperti menguatkan diskusi dan kontestasi politik, adu gagasan bukan sebaliknya munculnya politik uang, depolitisasi, oligarki politik dan politik identitas. Namun, dalam beberapa tahun belakangan ini, depolitisasi semakin menguat di kalangan antar partai.
“Depolitisasi melahirkan pemilu jadi agenda rutinitas. Mari kita kembalikan pertarungan antar partai itu bukan lagi konspirasi membentuk blok politik tapi bertarung ide dan gagasan,” kata Arie.
Arie mengkritisi KPU sebagai penyelenggara pemilu terjebak pada hal teknis dan prosedural, namun tidak menguatkan kualitas pemilu dengan melakukan edukasi ke calon pemilih muda, edukasi larangan politik uang hingga mencegah terjadinya kampanye politik identitas.