Kafe Jamu Acaraki Gama, Mengenalkan Jamu ke Generasi Muda
- ugm.ac.id
Jogja –Jamu adalah bagian dari budaya Indonesia sehingga negara ini telah menominasikannya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Unesco.
Minuman ini memiliki sejarah yang kaya dan kuno, berasal dari masa Kerajaan Mataram (abad ke-8 hingga ke-10) lebih dari 1.300 tahun yang lalu.
Jamu pertama kali diminum di istana, kemudian diperkenalkan ke desa oleh para tabib. Kemudian, resepnya diturunkan dari mulut ke mulut melalui keluarga.
Dalam upaya melestarikan budaya minum jamu dan mengenalkannya ke masyarakat termasuk generasi muda, Fakultas Farmasi UGM menggelar launching Kafe Jamu Acaraki Gama.
Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Apt. Satibi, M.Si., mengatakan Acaraki Gama merupakan kafe jamu yang menjadi salah satu wujud kerja sama antara Fakultas Farmasi UGM dengan PT. Acaraki Nusantara Persada dan BPOM RI.
Kafe jamu Acaraki Gama ini juga sebagai bentuk implementasi dalam pendidikan bagi mahasiswa dalam upaya meningkatkan kemampuan socioentrepreneurship di bidang obat tradisional. Fakultas Farmasi juga terus berusaha mengembangkan penelitian obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
“Komitmen kita semua untuk melestarikan jamu sebagai budaya Indonesia dan mengenalkan jamu di kalangan masyarakat milenial,” kata dia mengutip lama ugm.ac.id.
Satibi menyebutkan jamu merupakan warisan leluhur bangsa Indonesia yang telah terbukti secara empiris dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Jamu Indonesia memiliki keunggulan komparatif tinggi karena berasal dari keragaman budaya dan kearifan lokal masyarakat serta keragaman hayati yang tinggi.
Jamu sebagai aset nasional mempunyai dimensi manfaat yang sangat luas sehingga sudah saatnya dikembangkan sebagai komoditas yang kompetitif baik di tingkat lokal, regional maupun global.
Founder PT. Acaraki Nusantara Persada, Jony Yuwono, mengatakan Indonesia merupakan negara yang kaya akan remah dan memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat luar biasa. Keberadaan kafe Acaraki Gama menjadi wujud kolaborasi berbagai pihak yang hadir untuk menginspirasi generasi muda sekaligus melestarikan jamu sebagai warisan budaya.
“Harapannya ke depan minat akan penelitian jamu juga bisa berkembang dan bersaing di tingkat internasional,” ujar dia
Sementara Rektor UGM, Prof.dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG (k)., Ph.D., menyampaikan bahwa selama ini jamu identik dikonsumsi oleh orang tua dan jarang tersentuh anak muda.
Padahal, jamu merupakan kekayaan budaya bangsa yang harus dilestarikan secara turun temurun. Sementara, generasi muda sebagai penerus masa depan bangsa perlu memahami kembali kebudayaan minum jamu dan pemanfaatannya bagi kesehatan.
“UGM menyambut baik upaya kembali memperkenalkan jamu di kalangan masyarakat milenial, termasuk mahasiswa melalui kafe jamu ini dilanjutkan dengan acara talkshow “Jamu Goes to UGM” untuk mengkampanyekan budaya minum jamu serta mengedukasikan khasiat jamu yang menyehatkan dan aman dikonsumsi oleh masyarakat,” tuturnya.
Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito, menyampaikan kolaborasi antara perguruan tinggi dengan industri yang mendukung pelestarian jamu sebagai warisan budaya sekaligus memperkenalkan jamu kepada generasi muda. BPOM pun mendukung pengembangan dan pemanfaatan obat bahan alam sebagai bagian dari kampanye Bangga Buatan Indonesia guna mewujudkan kemandirian nasional.
“Kaum muda diharapkan dapat ikut menjadi duta dalam mengedukasi masyarakat dan memperkenalkan jamu secara lebih luas sebagai komoditi yang aman, bermutu, dan bermanfaat untuk memelihara kesehatan. Semoga dengan didirikannya Café Jamu di lingkungan perguruan tinggi dapat menjadi inspirasi untuk membangun jiwa enterpreneurship dengan memanfaatkan potensi kekayaan alam,” kata dia.