Menghidupkan Kembali Kethek Raksasa: Ketika Seni, Literatur, dan Teknologi Saling Bersanding

Acara Dialog Budaya bertajuk "Gendhu-Gendhu Rasa Kethek Raksasa" .
Sumber :
  • Viva Jogja

Slawi, Viva Jogja – Dalam sebuah upaya yang unik dan ambisius, Dewan Kebudayaan Kabupaten Tegal bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia berhasil menyelenggarakan acara Dialog Budaya bertajuk "Gendhu-Gendhu Rasa Kethek Raksasa" pada Selasa 17 September 2024 malam.

UGM Gelar Pameran UMKM dan Temu Bisnis di GIK

Acara yang berlangsung di halaman Gedung Rakyat Slawi ini bertujuan untuk menghidupkan kembali hewan purba yang terkenal, yakni Kethek Raksasa atau lebih dikenal dengan nama ilmiah Gigantopithecus, melalui perpaduan seni, literatur, dan teknologi.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal, Fakihurrohman, dalam acara tersebut menegaskan bahwa Gigantopithecus dapat menjadi sumber inspirasi yang luar biasa bagi pengembangan produk kreatif. 

Usulan UMK Kabupaten Tegal 2025 jadi Rp 2.333.500

"Melalui seni, literatur, dan teknologi, kita dapat menghidupkan kembali Kethek Raksasa dalam kehidupan sehari-hari. Produk-produk ini tidak hanya memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, tetapi juga mendorong inovasi kreatif dalam berbagai bentuk," ucap Fakihurrohman dengan penuh semangat.

Lebih jauh lagi, ia menjelaskan beberapa langkah konkret yang sedang dipertimbangkan, seperti pembuatan film dokumenter tentang kehidupan hewan purba ini, pengembangan aplikasi edukatif, hingga menciptakan robot yang menyerupai kekuatan dan bentuk tubuh Gigantopithecus. 

Karang Taruna Kabupaten Tegal Resmi Dikukuhkan, Siap Lakukan Inovasi Sosia

Menurutnya, tujuan utama adalah menghadirkan Gigantopithecus sebagai ikon budaya yang dapat dikenal luas oleh masyarakat, bukan hanya sekadar fosil dalam museum.

“Gigantopithecus bukan sekadar obyek penelitian ilmiah, tapi bisa menjadi inspirasi bagi seniman, penulis, dan inovator dalam menciptakan karya-karya yang memiliki nilai tinggi dan relevan untuk masyarakat saat ini,” imbuhnya.

Salah satu pembicara kunci dalam dialog budaya ini adalah Kepala Pusat Riset Arkeometri BRIN, Dr. Sofwan Noerwidi, yang memberikan paparan mendalam tentang penemuan penting fosil Gigantopithecus di Indonesia. 

Menurut Dr. Sofwan, fosil Gigantopithecus yang ditemukan di Situs Semedo merupakan temuan pertama dan satu-satunya di Indonesia hingga saat ini, menjadikannya sebuah penemuan yang sangat berharga. 

"Ini adalah penemuan pertama Gigantopithecus di kawasan tropis. Sebelumnya, spesimen Gigantopithecus hanya ditemukan di China Selatan dan Vietnam Utara, serta satu spesimen di Pakistan Utara," jelasnya.

Fosil yang ditemukan di Semedo ini berupa mandibula atau rahang besar, serta gigi-geligi yang sangat besar. 

"Dua spesimen mandibula yang ditemukan di Semedo berasal dari dua individu yang berbeda dan setelah dianalisis lebih lanjut, keduanya dikonfirmasi sebagai milik primata besar Gigantopithecus," terang Dr. Sofwan.

Menurut data arkeologi, Gigantopithecus hidup antara periode Miosen Akhir hingga Pleistosen Tengah, dengan salah satu spesiesnya, Gigantopithecus Bilaspurensis, berusia sekitar 7,5 juta tahun. 

Fakta ini memberikan gambaran betapa purbanya makhluk ini dan menjadikannya salah satu kera terbesar yang pernah hidup di muka bumi.

Acara ini juga dimeriahkan dengan penampilan Wayang Pring, sebuah pertunjukan tradisional yang diramu khusus untuk mengiringi dialog budaya tersebut. 

Seniman lokal, Imam Joend, memaparkan bahwa perpaduan seni tradisi seperti wayang dengan topik-topik ilmiah sangatlah penting untuk memperkaya pengalaman masyarakat dalam memahami warisan sejarah dan budaya kita.

"Wayang Pring bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga medium edukasi yang kuat. Melalui seni, kita bisa menyampaikan pesan-pesan ilmiah seperti ini dengan cara yang lebih mudah dipahami oleh semua kalangan," ungkap Imam Joend.

Edi Kurniawan, seorang praktisi industri kreatif, turut memberikan pandangannya tentang bagaimana industri kreatif dapat mengangkat kembali sosok Gigantopithecus ini ke permukaan masyarakat modern. 

“Kita bisa memanfaatkan teknologi untuk menciptakan pengalaman yang interaktif dan menarik, misalnya dengan game edukasi atau aplikasi augmented reality (AR) yang memungkinkan masyarakat berinteraksi langsung dengan replika digital Gigantopithecus,” ujarnya.

Tak hanya itu, pembuatan robot raksasa yang terinspirasi dari Kethek Raksasa juga disebut sebagai salah satu proyek yang sedang dipertimbangkan oleh berbagai pihak. 

Dengan menggunakan teknologi robotik yang canggih, sosok Gigantopithecus dapat dihidupkan kembali dalam bentuk yang mendekati kenyataan, menciptakan pengalaman yang memukau bagi para penikmatnya.