Butoh Ekspresi Kebebasan Tubuh dan Amarah Sosial

Pementasan The Life of Butoh (Ist)
Sumber :

Setiap tampilan dikemas dengan nuansa apik, menegangkan, dan bermakna mendalam tentang kehidupan manusia. Seni Butoh juga mengalami perkembangan seiring dengan perubahan zaman yang turut mengubah pola hidup manusia.

Penghargaan The Best People Development untuk KAI Bandara

Garin Nugroho, Chief Program Officer GIK UGM juga menjelaskan perbedaan pemaknaan gerak tubuh Butoh di era modern. “Tubuh telah menjadi elemen penting dalam gaya hidup modern, sering dijadikan objek untuk dipamerkan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di media sosial. Tubuh yang ideal sering kehilangan realitas dan pengetahuan mendalam tentang dirinya sendiri,”.

Salah satu tampilan tari berjudul “Hormon 46++” karya Fitri Setyaningsih mengangkat kisah hidup perempuan berusia 46 tahun ke atas. Tubuh perempuan di masa tersebut mulai mengalami perlambatan siklus, bahkan mulai memasuki masa pemberhentian reproduksi. Perasaan tersebut diekspresikan melalui simbolis gunung merapi yang menyimpan lava panas di dalam bumi, kemudian perlahan naik ke permukaan, dan menjadi lahar padat.

Tingkatkan Daya Saing UMKM Tenant Teras Malioboro dengan Pelatihan

“Perubahan itu pasti akan datang, setiap perempuan pasti akan mengalaminya. Tapi tidak perlu takut, itu adalah proses hidup dan kita harus menerimanya,” ungkap Fitri.

Mugiyono Kasido, seniman Indonesia yang berhasil mengeksplorasi alat musik Gong Tiup asal Banyumas. Melalui tajuk “Bayu Akasa” atau “Angin Kehidupan”, Mugiyono mempersembahkan lapisan-lapisan suara dari gong tiup tanpa melodi. Hasil perpaduan tiupan alat musik tradisional tersebut menghasilkan pertunjukkan yang baru dan menawan. Pertunjukkan ini dimaknai sebagai alur kehidupan yang terus berjalan dan berkelanjutan.

Cultural Week ala Hotel Tentrem Yogyakarta

Sedang Neiro dan Mutsumi Yamamoto, dua seniman asal Jepang, menampilkan karyanya dengan hampir tanpa busana. Perpaduan musik klasik dan modern Jepang menjadi satu dalam rangkaian tarian ternyata menciptakan atmosfer baru nan unik. Keduanya mengeksplorasi pemaknaan akan kreativitas dna pemikiran yang tidak pernah terbatas.

“Batas itu adalah ilusi. Kita tidak ingin memaknai penampilan kita, tapi bagaimana penonton memaknainya adalah hal yang lebih penting,” pungkas Neiro.

Halaman Selanjutnya
img_title