Prosesi Labuhan Keraton Yogyakarta di Gunung Lawu Napak Peringati Kenaikan Tahta Sultan HB X
- VIVA Jogja
KARANGANYAR, VIVA Jogja - Tradisi Labuhan Gunung Lawu rutin dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta sebagai rangkaian peringatan Tingalan Jumenengan Dalem Hamangkubuwono X.
Dilaksanakan sehari setelah peringatan hari kenaikan takhta Sultan Hamengkubuwono X, yang jatuh pada 29 Rajab dalam kalender Hijriyah.
Labuhan Lawu dilaksanakan rutin setiap tahun bersamaan dengan labuhan yang ada di Yogyakarta yaitu Labuhan Merapi dan Labuhan Parangkusumo.
Labuhan Gunung Lawu ini adalah upacara tradisional yang diadakan oleh Keraton Yogyakarta untuk memanjatkan doa keselamatan dan kesejahteraan.
Upacara ini dilakukan di puncak Gunung Lawu dengan membawa ubarampe yang telah disiapkan di Kraton Yogyakarta. Isi hubarampe hajad Dalem Labuhan Patuh hing Redi Lawu ini ada dua kotak.
Kotak pertama adalah Kasepuhan yang didalamnya berisi Kampuh Poleng, Desthar Bangun Tulak, Paningset Jingga. masing-masing 1 lembar.
Kotak kedua adalah Kaneman yang berisi nyamping Cangkring, semekan Gadhung, nyamping Teluhwatu, semekan Dringin, Semekan Songer. Kemudian satu kantong yang berisi sela, ratus (kemenyan), lisah konyoh. Yatro tindhih ( uang koin).
Pengageng II Kawedanan Widya Budaya,Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rintaiswara utusan Dalem dari Kraton Yogyakarta menyerahkan secara simbolis menyerahkan uborampe berupa Pratelan Ageman Sultan dari Keraton Yogyakarta kepada Pj Bupati Karanganyar Timotius Suryadi kemudian diserahkan kembali kepada Juru Kunci Gunung Lawu, Surono.
Selanjutnya uborampe akan dibawa ke Padepokan Nano di Gondosuli, Tawangmangu. Sebelum nantinya dibawa ke puncak gunung Lawu melalui jalur lama (tradisional) sebelum ada jalur Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu.
KRT Rinta Iswara menambahkan tradisi Labuhan ini merupakan salah satu perwujudan tugas Sultan, yaitu "Hamemayu Hayuning Bawono".
"Ini bagian dari rangkaian peringatan Tingalan Jumenengan Dalem. Upacara ini juga merupakan salah satu perwujudan tugas Sultan, yaitu "Hamemayu Hayuning Bawono," paparnya, Kamis (30/1).
KRT Rinta Iswara menyebut pemilihan tempat-tempat yang digunakan untuk Labuhan, termasuk di Gunung Lawu. Erat kaitannya dengan rekam jejak berdirinya Kerajaan Mataram serta tapak tilas perjuangan leluhur.
Juru Kunci Gunung Lawu, Surono menambahkan ubarampe Labuhan gunung Lawu dibawa ke pendopo Nano. Dilaksanakan juga acara kenduren (selamatan) dengan mengundang tokoh masyarakat juga warga sekitar sebelum dibawa ke puncak Lawu.
Maksud diadakannya kenduri agar supaya dalam pelaksanaan labuhan nanti para Abdi Dalem saat melaksanakan tugas dari Kraton diberikan keselamatan , kelancaran dari awal prosesi sampai selesai.
"Malam harinya ubarampe dibawa ke puncak Gunung Lawu melalui jalur lama dan diletakkan di sanggaran. Setelah didoakan kemudian dibawa turun kembali," terang Surono.
Menutup prosesi Labuhan Lawu keesokan harinnya dilaksanakan prosesi lorodan ubarampe di Sangar Nano. Ubarampe Labuhan tahun lalu diganti dengan ubarampe tahun ini.
"Nanti ubarampe diganti dengan ubarampe baru dalam prosesi lorodan ubarampe," jelasnya lebih lanjut.
Pj. Bupati Karanganyar Timotous Suryadi menambahkan kegiatan ini merupakan simbol hubungan erat antara Kabupaten Karanganyar dan Keraton Yogyakarta.
Tradisi Labuhan Lawu bukan sekadar prosesi adat, tetapi juga momentum strategis untuk memperkuat kerja sama budaya dan sejarah antara kedua wilayah.
“Mengingat ada keterkaitan sejarah dimana terbentuknya Keraton Yogyakarta bermula dari Perjanjian Giyanti. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk terus menjaga nilai-nilai sejarah ini dan memastikan bahwa generasi penerus tetap menghargai serta bangga terhadap warisan budaya yang ada,” pungkasnya.