Minim Bantuan Pemerintah, Ini Strategi Brand Fashion Bantu UMKM Konveksi di Yogyakarta

Pelaku UMKM Konveksi di Yogyakarta
Sumber :
  • jogja.viva.co.i.id/Cahyo

Jogja –Minimnya perhatian terhadap usaha mikro kecil menengah (UMKM) konveksi di Yogyakarta membuat Sutardi, pemilik brand fesyen Farah Button merasa kecewa. Sutardi membeberkan sejak merintis usaha outfit ready to wear Farah Button, Sutardi selalu melibatkan UMKM konveksi di Yogyakarta.

Dirut BDK Karanganyar Raih Penghargaan HPN Jateng Award 2025 Untuk Kategori Tokoh Penggerak UMKM

Semula, ia bekerja sama dengan satu UMKM konveksi di Solo yang terdiri dari lima orang. Saat ini, sekitar 300 orang dari lima UMKM konveksi di Yogyakarta yang terlibat dalam produksi outfit ready to wear Farah Buttton.  

Sutardi mengatakan tidak ada satu pun UMKM konveksi di Yogyakarta yang tersentuh akses bantuan atau pelatihan dari pemerintah. Pernah ia mendapat cerita, ada salah satu orang dari UMKM konveksi yang didatangi orang yang mengaku dari pemerintahan. 

Mudahkan Sistem COD Untuk UMKM, KiriminAja Kolaborasi dengan Pos Indonesia

Ketika itu, orang tersebut berjanji memberikan bantuan berupa mesin jahit. Syaratnya, tempat usahanya harus difoto.

“Tapi setelah difoto, juga tidak pernah dapat bantuan mesin jahit,” ujar Sutardi dalam talkshow bertajuk Kupas Tuntas Bangun Brand Fashion di Mal Pakuwon Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Mahasiswa Pengabdian Masyarakat : Jabarkan konsep Digital Marketing Mudan dan Murah untuk UMKM

Meningkatkan Kemampuan UMKM Konveksi

Tak jarang justru Sutardi sendiri yang turun ke lapangan dan memberikan pelatihan secara langsung kepada UMKM konveksi untuk meningkatkan kualitas produksi. Hasilnya, tidak mengecewakan.

Produk-produk Farah Button yang penggarapannya menggandeng UMKM konveksi di Yogyakarta memiliki kualitas yang baik dan bisa bersaing ke pasar ekspor. 

Terbukti, koleksi Farah Button sudah bisa dinikmati pelanggan di Jepang. Namun, ia menyadari keterbatasannya. Tidak mungkin merangkul seluruh UMKM konveksi di Yogyakarta untuk diberi pelatihan.

Sutardi berharap pemerintah bisa memberikan perhatian dan tidak mengabaikan UMKM konveksi di Yogyakarta. "

"Termasuk dipermudah untuk mendapatkan modal usaha dan bisa mendampingi dalam produksi serta memberikan pelatiham sehingga mereka bisa memiliki wadah dan menjadi lebih maju,” ujar Sutardi.

Melalui talkshow yang digagasnya ini, Sutardi ingin memberikan pengarahan kepada semua orang tentang bisnis fesyen dan memberikan kesempatan kepada UMKM konveksi  di Yogyakarta agar bisa lebih dikenal dan diberikan kesempatan untuk lebih maju.

Pemilik Nifira Konvek Egi Mashita membenarkan soal minimnya perhatian pemerintah pada UMKM konveksi. Sejak berdiri pada 2020 dan sampai saat ini membawahi 55 karyawan belum mendapatkan akses bantuan dari pemerintah sama sekali, baik dalam bentuk permodalan maupun pelatihan.

Padahal, lanjut Egi, dalam menjalankan usahanya tantangan terbesar adalah menghasilkan pakaian dengan harga jasa yang terjangkau dan berkualitas serta mengelola sumber daya manusia.

"Harapan saya UMKM konveksi dilirik pemerintah, jadi bisa berkembang dan lebih baik lagi,” ujar Egi yang bekerja sama dengan Farah Button sejak awal 2023.

Senada dengan Egi, pemilik UMKM konveksi Asiatik Work Ratu Sabilla juga belum pernah mendapatkan akses bantuan maupun pelatihan dari pemerintah. UMKM konveksi yang sudah bekerja sama dengan Farah Button sejak Desember 2021 ini memiliki 18 orang penjahit yang terlibat dalam produksinya.

Ratu menilai tantangan terbesar dalam menjalankan usaha konveksi adalah memenuhi kuota produksi setiap minggu. Setiap penjahit mempunyai target yang harus dihasilkan per minggu.

“Jadi, jangan sampai kain datang terlambat dari pelanggan atau pun kain dari team cutting terlambat supaya pekerjaan selalu tersambung terus,” tuturnya.

Ratu berharap jika pemerintah memberikan dukungan nyata, kualitas produksi Asiatik Work bisa meningkat dan menerima pesanan secara berkelanjutan.