Menemukan Surga di Sembungan, Desa Tertinggi di Pulau Jawa
- VIVA Jogja/Kemenparekraf RI
Wonosobo, VIVA Jogja - Panorama alam pegunungan yang sangat indah dengan udara yang sejuk dari atas ketinggian menjadi pesona tersendiri bagi Desa Wisata Sembungan.
Berada di ketinggian 2.300 meter di atas permukaan laut, Sembungan dikenal sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa yang menawarkan eksotisme alam dan budaya.
Dari atas Sembungan, pengunjung bisa menikmati sunrise tercantik di Asia, dan kecantikan Telaga Cebong yang airnya selalu berkilau.
Pengunjung juga terbius oleh pesona air terjun atau curug Sikarim, dan menikmati produk olahan makanan dan minuman khas Dieng, seperti carica, purwaceng, terong kemar dan lombok (cabai) dieng.
Lokasi Desa Sembungan sangat mudah dijangkau dari arah Wonosobo maupun Banjarnegara dan Kabupaten Batang .
Di sini, nyaris tak ada sinar matahari, udara dingin sepanjang hari. Suasana alamnya yang sejuk dan segar mampu menyihir dan bikin betah untuk berlama lama di sini.
Telaga Cebong yang indah dengan air yang berkilau, membuat orang membuka tenda dan camping di pinggir telaga. Saat pagi hari, cobalah mendaki ke Bukit Sikunir, dan membeli kentang bumbu, rasanya nikmat dan cocok menemani saat cuaca dingin sembari menikmati indahnya pemandangan alam.
Puncak Sikunir menjadi salah satu objek wisata Desa Sembungan yang menawarkan keindahan pemandangan matahari terbit (sunrise). Bahkan disebut sunrise di Puncak Sikunir ini yang terbaik di Asia.
Menuju Puncak Sikunir, wisatawan disuguhi pemandangan alam lainnya yaitu Telaga Cebong. Diberi nama “cebong” karena bentuknya menyerupai bayi katak.
Telaga ini dulunya bekas kawah purba seluas 18 hektare, akan tetapi seiring waktu kawah tersebut mati atau menyempit dan tersisa sekitar 12 hektare.
Pengunjung juga bisa menemukan kearifan lokal budaya setempat, yakni kesenian imo imo. Kesenian ini merupakan kesenian lokal desa , semua penari adalah laki-laki yang kesehaiannya sebagai petani.
Bentuk gerakannya mirip dengan rudad, nyanyiannya berisi pantun nasehat yang dinyanyikan dan diiringi musik tradisional rebana, dan bedug. Untuk wisata edukasi pengolahan sampah, ada paket wisata berdurasi sekitar 3 jam.
Peserta datang sendiri ke lokasi gedung pengolahan sampah, mendengarkan pemaparan petugas Pokdarwis. Pengunjung bisa melihat proses produksi pembuatan biogas dari bahan sampah organik.
Sampah organik yang telah dicacah-cacah dimasukkan ke digester yang menjadi sumber energi menyalakan kompor gas dan lampu penerangan. Selain wisata alam, Desa Wisata Sembungan memiliki daya tarik budaya.
Di sini, ada ruwatan rambut gimbal. Ini merupakan upacara pemotongan cukur rambut pada anak-anak berambut gimbal, untuk membersihkan dari hal-hal buruk. Ritual ruwatan ini biasanya diadakan pada tanggal satu sesuai kalender Jawa suro.
Produk ekonomi kreatif Desa Sembungan juga beragam. Untuk kuliner ada makanan khas carica, terong belanda, dan purwaceng. Sementara untuk fesyen ada topi, syal rajut, batik, hingga kaos. Lalu kriya gantungan kunci, kerajinan kayu dan bambu. Pesona wisata Sembungan tak bisa dipisahkan dari sosok Tafrihan.
Pria inilah yang memelopori perjuangan untuk membangun perekonomian masyarakat berbasis pariwisata guna mengurangi eksploitasi lahan di kawasan Dieng. Menyadari akan kerusakan yang terjadi di
Dieng, pada tahun 2002 Tafrihan menginisiasi gerakan penyadaran masyarakat agar lebih peduli lingkungan. Pada 2008, didirikanlah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dengan SK resmi dari pemerintah Kepala Desa Sembungan.
Dilanjutkan 8 tahun setelahnya, pengajuan ke Notaris dan Kemenkumham RI hingga mendapatkan SK Badan Hukum dengan Nomor : AHU 0006068.AH.01.07.TAHUN 2016 akta No: 14. Tgl: 12 Januari 2016.
Diperkuat lagi dengan SK terbaru oleh Kepala Desa dengan nomor 1 tahun 2019 serta dibuatkan SK Pengelola dengan nomor NOMOR: 556/08/ TAHUN 2020.
SK itu mengesahkan sebanyak 286 orang dari desa Sembungan dan 52 orang dari warga desa Mlandi yang bertanggung jawab sebagai pengelola Curug Sikarim dan sekitarnya.
Upaya mendasar yang dilakukan adalah mengedukasi masyarakat terkait pengolahan sampah, dengan menyediakan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
Proyek ini dimulai sejak tahun 2017, bekerja sama dengan Bank Indonesia. Bank Sampah ini menempati lahan seluas 900 meter persegi dan memiliki daya tampung hingga 100 meter kubik.
Difungsikan sebagai lokasi masyarakat mengolah sampah dari setiap rumah untuk dijadikan paving. Atas kiprah tersebut, pada 2019, Desa Sembungan mendapatkan sertifikat Lokasi Program Kampung Iklim (Proklim) Kategori Utama.
Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi pada desa yang aktif melakukan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Upaya Tafrihan bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil ketika memenangkan Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022 kategori Desa Wisata Rintisan, disusul dengan meraih Kampung Berseri Astra (KBA) 2022.
Dua penghargaan bergengsi tersebut rupanya tidak membuat pegiat wisata di sana lekas puas. Tapi justru semakin tertantang mengembangkan desa wisata berdaya saing dengan konsep pariwisata berkelanjutan.*