Kisah Pegiat Literasi dari Lereng Medini, Buat Sayembara Berhadiah Ternak

Heri Chandra Santoso bersama anak-anak anggota KLM
Sumber :
  • VIVA Jogja/dok KLM

Semarang, VIVA Jogja - Pergulatan para pegiat literasi di Lereng Medini, kawasan Boja, Kabupaten Kendal, tiada henti. Mereka terus berjuang melawan hegemoni digital yang menggerus budaya baca di kalangan Gen Z, utamanya anak-anak dan remaja.

Heri Chandra Santoso, pimpinan Komunitas Lereng Medini (KLM) mengatakan, jika sebelumnya, kegiatan mereka hanya menyasar wilayah 3 kecamatan terdekat, yakni Kecamatan Singorojo, Boja, dan Limbangan.

“Kini, kami dengan berkolaborasi dengan kawan-kawan jaringan komunitas lain, menginisiasi kegiatan berskala Kabupaten Kendal, bertajuk sayembara. Tahun ini, merupakan tahun ketiga penyelenggaraan, berupa Kendal Lakon Award 2024, yakni sayembara naskah drama/ lakon tingkat Kabupaten Kendal,” paparnya, kepada VIVA Jogja.

Pesertanya masyarakat umum, tak dibatasi jenjang dan usia. Sebelumnya, KLM menggelar Kendal Puisi Award 2023 berupa sayembara penulisan manuskrip buku puisi), dan Kendal Novel Award 2022 (sayembara penulisan novel).

“Terobosan yang kami coba lakukan, sayembara ini berhadiah hewan ternak, yakni kambing betina peranakan Etawa untuk Juara , sepasang kelinci (Juara 2), dan sepasang ayam kampung (Juara 3). Serta bebek untuk juara Harapan dan karya apresiasi juri,” ujar Heri, alumnus Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang ini.

Setelah 18 tahun berdiri, dengan 10 pengelola, KLM kini beranggotakan sekitar 50 orang. Pasang surut anggota, kata Heri, terjadi seiring dinamika dari tahun ke tahun. Berapa total koleksi buku hingga saat ini?

“Sekitar seribu lebih buku yang kami miliki. Baik buku berbahasa Indonesia dan asing,” ujar pria kelahiran Kendal, 22 Mei 1982.

Heri mengatakan, pihaknya baru saja menggelar kegiatan Litera Tour bertema “Peringatan 100 Tahun Kematian Sastrawan Franz Kafka (1924-2024)” pada Minggu, 29 September 2024.

 

Heri mengenalkan sastra kepada anak-anak anggota KLM

Photo :
  • VIVA Jogja/dok KLM

 

Kegiatan berupa menelusuri Jalan Franz Kafka, Patung Franz Kafka, mengenal buku-buku karya Franz Kafka, dan Gedung Sastra dan Sosial Guyub di Dusun Krajan, Desa Bebengan, Boja, Kendal.

“Kegiatan ini bertujuan mengenalkan anak-anak pada profesi sastrawan sejak dini. Ada sekitar 30 anak-anak yang ikut dalam kegiatan ini,” imbuhnya. Kegiatan lain yang bakal digelar adalah Poesie Senja di Pinggir Kali #2 (Edisi November). Rencana akan digelar pada Minggu, 3 November 2024.

“Edisi kali ini menghadirkan penyair Sofyan RH Zaid (penyair asal Madura). Sebagai narasumber Setia Naka Andrian (penyair dan dosen FPBS UPGRIS) dan Sofyan RH Zaid (penyair dan penulis buku Khalwat: Sepilihan Sajak),” tuturnya.

Sebelumnya, Poesie Senja di Pinggir Kali edisi perdana, digelar bulan Agustus 2024 dengan tamu penyair Cipto Roso yang baru saja menerbitkan buku Ayat-ayat Ayah Mengalir di Tubuhku (Penerbit Digdaya, Juni 2024).

Kegiatan ini digelar sebagai ruang apresiasi bagi para penyair/ penulis muda dengan konsep acara outdoor di pinggir kali di kawasan Kebun Sastra Guyub yang menjadi salah lokasi kegiatan KLM selama ini.

KLM juga bakal menggelar Kendal Lakon Award 2024 (Sayembara menulis naskah drama/lakon tingkat Kabupaten Kendal. Saat ini, sedang proses penjaringan karya dari peserta. 15 Oktober 2024, deadline pengiriman naskah.

Tercatat ada 10 peserta yang telah mengirimkan naskah-naskahnya. Pada akhir Oktober 2024 dalam momentum Bulan Bahasa 2024, karya terbaik akan diumumkan sekaligus pemberian hadiah bagi para pemenang.

Acara akan digelar di halaman Gedung Perpustakaan Pemkab Kendal.

Apa program jangka pendek dan jangka panjang KLM?

“Program jangka pendek, kami menggelar Obrolan buku sastra bulanan Poesie Senja di Pinggir Kali, Diskusi karya, dan reading group. Untuk program jangka panjang, akan menggelar penerbitan buku, Kendal Cerpen Award 2025, dan Kemah Sastra,” papar pria berbadan kecil penuh senyum ini.

Bermula dari Perpustakaan KLM, kata Heri, berawal dari mendirikan perpustakaan yang diberi nama Pondok Maos, pada 2006.

 

Kegiatan Litera Tour bagi anggota KLM

Photo :
  • VIVA Jogja/dok KLM

 

Heri dibantu sahabatnya, Sigit Susanto, yang jauh-jauh datang dari Swiss. Sigit yang sama-sama asli Boja, sudah bertahun-tahun merantau ke Swiss dan beristrikan wanita bule.

Sigit, yang sama-sama pecinta sastra, bahkan menyediakan rumahnya di Jalan Raya Bebengan 221, Desa Bebengan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, yang lama ditinggalnya merantau, menjadi pondok bacaan, sekaligus padepokan sastra.

Mereka mulai memperkenalkan bahasa dan sastra kepada warga desa dan sekitarnya.

"Sigit merupakan admin milis Apresiasi Sastra. Dari sana, kami dipertemukan untuk menggagas berdirinya taman bacaan dan perpustakaan gratis bernama Pondok Maos Guyub,’’ ungkapnya.

Taman bacaan dan perpustakaan itu semula hanya mengoleksi buku-buku milik pribadi Heri dan Sigit.

Selain buku bertema umum, banyak dari koleksi buku itu bertemakan sastra, karya para masterpiece dan peraih nobel sastra.

Gayung bersambut, respon warga sekitar terbilang antusias. Dalam sehari, tak kurang 40-50 orang menyambangi taman bacaan tersebut. Seiring waktu berjalan, kedua karib itu rupanya tak puas.

Mereka merasa perpustakaan tak lebih dari sebuah museum. ‘’Harus ada ruang untuk bersapa, berbagi pengalaman, dan ruang untuk belajar bersama,’’ ujar Heri.

Mereka pun melakukan inovasi dan kreasi, di antaranya melakukan kegiatan Sastra Sepeda (memperkenalkan karya sastra dengan bersepeda keliling kampung).

Rupanya kegiatan unik tersebut, banyak menarik minat warga, termasuk juga diliput oleh media massa.

Tak pelak, banyak pihak dari luar Boja, yang kemudian berdatangan dan sukarela memberikan bantuan buku-buku.

Praktis, bantuan itu menambah koleksi buku, dari semula hanya 100-an judul buku, kini koleksi mereka mencapai lebih dari 3.000 judul buku.

Pada 2008, Heri dan Sigit kemudian mengubah taman bacaan itu menjadi Komunitas Lereng Medini (KLM).

Nama Medini, diambil dari nama perkebunan teh Medini yang berada di lereng sebelah barat Gunung Ungaran.

KLM bermetamorfosa, dari taman bacaan dan perpustakaan gratis menjadi komunitas pencinta dan penikmat sastra.

Beragam acara seperti bedah karya sastra, musikalisasi puisi, pentas teater, bulan bahasa, dan parade sastra, menjadi sentral kegiatan KLM.

Hal itu sesuai visi misi KLM, yakni mengenalkan sastra dan bacaan pada masyarakat secara lebih luas, menumbuhkambangkan ruang berkarya, berkreasi, dan ekosistem kepenulisan bagi masyarakat. mendekatkan akses buku bacaan pada masyarakat, serta meningkatkan tingkat literasi di masyarakat.

‘’Salah satu kegiatan unggulan kami, yakni Kemah Sastra, yang sudah empat kali digelar. Dulu acara ini bernama parade obrolan sastra. Lima tahun terakhir, kami ganti dengan kemah sastra. Spirit acara ini, mendekatkan penikmat sastra dengan para maestro sastra. Tak hanya bahas sastra an sich, tapi didalamnya ada dimensi kebudayaan, kebahasaan dan literasi,’’ paparnya.

Animonya terbilang luar biasa. Rata-rata 150 orang hadir menjadi peserta kemah sastra.

Biasanya, KLM mengundang sekolah-sekolah di sekitar Kendal, untuk mengirim siswanya sebagai peserta.

Pihak sekolah cukup antusias. Setiap sekolah rata-rata mengirim lima orang siswa.

‘’Peserta juga datang dari jauh. Pernah ada 10 mahasiswa dari Universitas Trunojoyo di Madura, jauh-jauh datang untuk ikut kemah sastra. Ada pula mahasiswa dari Salatiga, Solo dan Jogja, Mereka datang karena jejaring perkawanan,’’ ujarnya.

Menurut Heri, pihaknya tak memungut biaya tertentu. Para peserta membiayai sendiri transportasi ke lokasi acara. Untuk akomodasi tenda disiapkan panitia.

‘’Mereka hanya menyediakan biaya makan-minum selama kemah, yang difasilitasi oleh panitia. Spiritnya, ini acara gotong-royong,’’ ungkapnya.

Demikian pula dengan narasumber, yakni para penyair dan sastrawan yang diundang. Ada yang bersedia tak diberi honor, tapi minta disiapkan tiket pergi-pulang (pp).

Ada pula yang menanggung biaya tiket sendiri, namun minta diberi honor sepantasnya.

Kepada para sastrawan, Heri dan pegiat KLM memang mengaku terus terang jika komunitas sastra ini bergiat di bidang sosial, sehingga para sastrawan memaklumi.

‘’Sejak kemah sastra digelar, kami telah menghadirkan sejumlah maestro sastra, seperti sastrawan Eka Kurniawan, F Rahardi, Gus TF Sakai, Martin Aleida, Ahmadun Y Herfanda, Korie Layun Rampan, Iman Budi Santosa, Bandung Mawardi, dan Triyanto Triwikromo,’’ imbuhnya.

Yang menarik, aktivitas KLM juga menarik minat mahasiswa untuk mengambilnya sebagai objek penelitian skripsi. Sedikitnya, sudah ada tiga skripsi dari tiga perguruan tinggi, yang lahir dengan KLM sebagai objek penelitian.

‘’Tercatat, ada tiga skripsi, dari Universitas PGRI Semarang, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Diponegoro,’’ ujar ayah seorang putra ini.

KLM juga menerbitkan buku-buku berupa antologi puisi dan cerpen karya para penulis pemula, yang sebagian besar pernah terlibat dalam beragam kegiatan sastra yang dihelat KLM.

Danu Kusumo, salah seorang warga Boja mengaku salut dengan kegiatan sastra yang digelar KLM selama ini.

Menurutnya, warga yang semula tak gemar membaca buku, apalagi buku sastra, menjadi sadar dan menikmati dunia sastra melalui berbagai acara yang digagas Heri dan kawan-kawan.

‘’Saya bahkan pernah beberapa kali kerja bareng dengan KLM, mengagagas beberapa acara sastra. Alhamdulilah, respon warga luar biasa,’’ ujar pria karyawan di perusahaan swasta ini.

Penghargaan Atas kiprahnya bersama KLM tersebut, Heri meraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2011 kategori Pendidikan. Pada 2012, mendapat Penghargaan Bupati Kendal Award.

Heri mendapat penghargaan Prasidatama tahun 2014 dari Balai Bahasa Jawa Tengah, untuk bidang kategori pegiat bahasa dan sastra.

Pada 2023, dia kembali mendapat penghargaan Prasidatama tahun 2014 dari Balai Bahasa Jawa Tengah, untuk bidang kategori pegiat bahasa dan sastra. Apa yang belum tercapai?

“Saya kira, belum terbentuknya ekosistem bersastra atau menulis yang sehat. Saya kira, kami masih memerlukan waktu lebih lama lagi untuk terwujudnya ekosistem kesastraan yang sehat dan dinamis,” ungkap Heri.

Heri mengakui, pihaknya menghadapi tantangan dalam upaya mengenalkan literasi dan meningkatkan minat remaja/anak muda pada sastra.

“Makin sulit mencari kader/anggota yang militan untuk diajak mengorganisir komunitas sastra. Karena memang sejak awal, saya menyadari, sastra adalah jalan sunyi,” ujarnya.

Artinya, tidak terlalu menarik bagi anak-anak muda sekarang. Mereka lebih gandrung pada sesuatu yang ngepop dan instan.

“Anak-anak saat ini lebih suka bergumul dengan gawai dan media sosial ketimbang buku-buku,” imbuhnya.

Tantangan lain, yakni dinamika perubahan dan kemajuan teknologi informasi—yang sedikit banyak memengaruhi perilaku generasi saat ini.

“Mereka lebih menyukai budaya menonton ketimbang membaca atau menyuntuki bacaan,” tukasnya.

Heri mengakui, untuk mendanai aktivitas KLM, seluruhnya berasal dari dari gotong royong anggota, pengurus, dan donatur.

Jalan sunyi yang dipilih Heri dan rekan-rekannya pegiat literasi di Lereng Medini, menjadi pilihan mulia untuk membumikan sastra, bukan hanya di Boja dan seputaran Kendal, tapi juga pada anak bangsa di negeri ini...