Kisah Cinta di Facebook Berujung Deportasi, Warga Mesir Langgar Izin Tinggal di Pemalang

Kantor Imigrasi Pemalang Deportasi WNA Mesir
Sumber :
  • Viva Jogja

 

Pemalang, Viva Jogja– Kasus pelanggaran izin tinggal kembali mencuat di Pemalang setelah Kantor Imigrasi Kelas 1 Non TPI Pemalang mendeportasi seorang warga negara asing asal Mesir, Androu Ashraf Ramzi Salib, pada Kamis, 10 Oktober 2024. 

Deportasi ini dilakukan setelah Ashraf terbukti melanggar aturan keimigrasian di Indonesia, khususnya mengenai izin tinggal yang telah habis masa berlakunya.

Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Washono, mengungkapkan bahwa deportasi ini merupakan bagian dari operasi Jagratara, sebuah operasi pengawasan orang asing yang dilakukan secara serentak di bawah kendali pusat. 

"WNA asal Mesir itu terbukti melanggar aturan izin tinggal di Indonesia dan telah overstay selama 10 hari," ujarnya.

Ashraf, yang datang ke Indonesia pada 24 Agustus 2024 dengan visa wisata, seharusnya meninggalkan negara ini pada 23 September 2024. 

Namun, Ashraf memilih untuk tetap tinggal melebihi batas waktu yang diizinkan, hingga akhirnya ditemukan pihak imigrasi saat melakukan pemeriksaan di hotel tempatnya menginap di Pemalang.

"Saat ditangkap, Ashraf telah overstay selama 10 hari, atau sudah melebihi waktu tinggal yang diizinkan," jelas Washono. 

Berdasarkan aturan dalam Pasal 78 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, warga asing yang masa izin tinggalnya berakhir dan masih berada di wilayah Indonesia dalam kurun waktu kurang dari 60 hari dikenakan biaya denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Jika denda ini tidak dibayarkan, pelanggar dapat dikenakan tindakan administratif berupa deportasi, seperti yang dialami Ashraf.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan, Ashraf mengaku datang ke Indonesia untuk menikah dengan seorang wanita asal Kabupaten Pemalang yang dikenalnya melalui media sosial. 

"WNA Mesir ini bercerita bahwa ia sudah berkenalan dengan wanita tersebut melalui Facebook selama empat tahun. Bulan Agustus, dia pertama kali datang ke Indonesia dengan tujuan untuk menikah," urai Washono.

Namun, rencana pernikahan Ashraf berujung pada masalah hukum, setelah terungkap bahwa wanita yang hendak dinikahinya masih sah berstatus istri orang lain dan belum resmi bercerai. 

Fakta ini semakin memperburuk posisi Ashraf di mata pihak imigrasi, yang akhirnya memutuskan untuk mendeportasinya.

Tidak hanya melanggar aturan keimigrasian, Ashraf juga diduga melakukan tindakan yang membahayakan ketertiban umum. 

Menurut Washono, pria Mesir tersebut sempat menakut-nakuti warga sekitar tempat tinggalnya menggunakan senjata tajam. 

Tindakan ini membuat warga merasa tidak nyaman dan melaporkan Ashraf kepada pihak berwenang. 

"Ashraf sempat membuat warga di sekitar tempat tinggalnya merasa terancam dengan mengancam menggunakan senjata tajam," ungkap Washono.

Berdasarkan Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, pejabat imigrasi berhak melakukan tindakan administratif terhadap warga asing yang melakukan kegiatan berbahaya atau tidak menghormati aturan hukum di Indonesia. 

Tindakan Ashraf yang menimbulkan rasa tidak aman di kalangan warga Pemalang menjadi salah satu alasan kuat pihak imigrasi untuk segera mendeportasinya.

Deportasi ini merupakan bagian dari operasi Jagratara, yang berfokus pada pengawasan ketat terhadap warga asing di Indonesia. 

Melalui operasi ini, pemerintah memastikan bahwa warga asing yang berada di wilayah Indonesia mematuhi peraturan keimigrasian yang berlaku.

"Operasi Jagratara dilaksanakan serentak dan di bawah kendali pusat. Tujuannya adalah untuk memastikan tidak ada warga negara asing yang melanggar aturan keimigrasian, terutama yang bisa mengancam ketertiban umum," terang Washono.

Dengan kasus ini, pemerintah kembali menegaskan pentingnya mematuhi aturan keimigrasian, baik bagi warga negara asing maupun warga Indonesia yang berhubungan dengan mereka. 

Pihak imigrasi berharap kejadian seperti ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak, agar lebih berhati-hati dan mematuhi peraturan yang berlaku.

Ashraf, yang akhirnya dideportasi ke negara asalnya, kini tidak hanya gagal mewujudkan rencana pernikahannya, tetapi juga harus menghadapi tindakan administratif yang mungkin akan berdampak pada masa depan kunjungannya ke Indonesia.

Deportasi Ashraf Ramzi Salib menjadi bukti nyata dari ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan keimigrasian di Indonesia. 

Kasus ini tidak hanya melibatkan pelanggaran izin tinggal, tetapi juga tindakan yang mengancam ketertiban umum. 

Sebuah peringatan keras bagi warga asing lainnya, bahwa Indonesia memiliki aturan yang harus dihormati dan ditaati oleh siapa pun yang berada di dalam wilayahnya.

Pihak imigrasi terus melakukan pengawasan dan siap bertindak tegas terhadap siapa saja yang melanggar aturan. 

“Kami akan terus melakukan operasi serupa untuk memastikan bahwa wilayah Indonesia aman dari segala bentuk pelanggaran keimigrasian,” tutup Washono dengan tegas.