Jika Pers Terbelenggu, Rakyat yang rugi
- jogja.viva.co.id/ Fuska SE
Jogja, VIVA Jogja – Kebeadaan Pers ibarat mata, telinga dan mulut rakyat dan sebagai the fourth estate atau cabang kekuasaan yang keempat dalam negara dengan sistem demokrasi.
Kebebasan pers adalah elemen yang tidak dapat dipisahkan dari kebebasan berekspresi. Pada diskusi Sekolah Wartawan yang berlangsung di Universitas Gadjah Mada, Kamis (27/02/2025) Dr Hendry Julian Noor, S.H., M.Kn., Dosen Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hukum UGM, menekankan pentingnya peran kebebasan pers dalam menjaga keberlangsungan jalannya tata kepemerintahan dan mengembangkan demokrasi.
Hendry Julian Noor menjelaskan bahwa kebebasan pers tidak hanya penting sebagai hak asasi manusia, tetapi juga sebagai pilar utama dalam memastikan akuntabilitas pemerintah dan transparansi dalam pelaksanaan kebijakan.
Pers juga berfungsi sebagai ruang publik, karena mampu menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan segala sesuatu dan kadangkala tidak menutup kemungkinan menyajikan informasi yang tidak terlihat.
“Sebagaimana kita belajar Sejarah, yang hampir pasti akan berulang, dalam kehidupan berdemokrasi pun juga terjadi perulangan. Sejarah itu tersifat semacam roda, silih berganti.
Kadang-kadang ada rezim itu otoritar, lalu mulai mengganggu, lalu masuk ke demokrasi, demokrasi mulai terganggu lagi, otoritar kembali, masuk ke demokrasi lagi, atau bahkan keduanya berjalan. Itu nanti bisa jadi berkaitan dengan apa yang kita alami sekarang,” ungkapnya.
Menurutnya, Sejarah Pers Indonesia pun serupa. Mengalami pasang-surut. Termasuk kebebasan pers yang menjamin dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengetahui informasi yang akurat dan independen, serta berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan publik.