Petani se-Jatim Tolak Pengaturan Tembakau di PP Kesehatan dan Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek
- VIVA Jogja/ist
Jogja, VIVA Jogja – Sebanyak 28 perwakilan Dewan Pengurus Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Jawa Timur menegaskan penolakan atas pasal - pasal Pengamanan Zat Adiktif di Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) serta Pengaturan Produk Tembakau dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Penolakan tersebut dituangkan dalam penandatanganan Petisi Petani Tembakau se-Jawa Timur, yang dilakukan saat Rapat Kerja Daerah (Rakerda) APTI Jatim, Selasa (15/10) di Yogyakarta.
Para petani kompak meminta pemerintah membatalkan dan meninjau ulang keberadaan dua kebijakan yang mengancam keberlangsungan mata pencaharian petani tembakau.
“Kami petani tembakau se-Jawa Timur sedang memperjuangkan sawah ladang kami. Sudah sejak turun-temurun kami mengandalkan tembakau sebagai sumber penghidupan. Kami, tegas menolak aturan-aturan pertembakauan di PP Kesehatan dan RPMK, termasuk pemaksaan standardisasi kemasan rokok polos tanpa merek. Kurang lebih 370 ribu petani tembakau di Jawa Timur akan jadi korban,” ujar Yazid, Ketua DPC APTI Bondowoso yang turut menandatangani petisi penolakan tersebut.
Di Bondowoso sendiri, saat ini terdapat lebih dari 5.000 petani yang menanam tembakau. Hasil produktivitas petani Bondowoso juga telah diserap oleh 15 industri kecil dan menengah.
"Peraturan-peraturan yang tidak adil itu pasti akan selalu berdampak pada petani. Seperti memaksakan penerapan kemasan rokok polos, kami yang akan rugi, kami tidak tahu siapa atau sektor industri mana yang akan menyerap hasil tembakau kami? Identitas tidak jelas. Padahal ada ratusan hektar tanaman tembakau di sini yang menghidupi masyarakat," katanya.
Sunyoto, Ketua DPC APTI Blitar menyebutkan, tahun ini hasil panen tembakau melimpah dan kualitasnya yang lebih baik, serta didukung dengan nilai jual yang tinggi di pasar.
Ia berharap kondisi ini dapat terus dipertahankan dan membaik ke depannya.
“Kalau pemerintah tidak meninjau ulang PP Kesehatan dan buru-buru merampungkan RPMK-nya, maka, tembakau yang selama ini telah menjadi berkah bagi para petani, pelan-pelan akan musnah. Bagaimana kami bisa bertahan, jika aturan di pusat justru mau membunuh industri yang menyerap hasil pertanian kami?” tegasnya.
Apalagi, tahun ini, petani tembakau di Blitar sedang giat-giatnya menanam tembakau. Luasan lahan tembakau di Blitar mencapai 6.152 hektare.
Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Dydik Rudy Prasetya tak memungkiri bahwa tembakau banyak ditekan dengan berbagi regulasi.
Meski, demikian, pihaknya akan terus memperjuangkan keberlangsungan petani dan membela kepentingan masyarakat.
"Kami melihat aturan yang ada saat ini memang lebih banyak pembatasannya. Disbun Jatim akan menjembatani antara petani tembakau dan pemerintah. Kami akan membela petani karena ini berhubungan dengan kepentingan masyarakat,” ujarnya usai membuka Pelatihan Usaha Tani dan Kembagaan Tembakau, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Hotel Grand Mercure, Yogyakarta, Senin (14/10).
“Disbun Jatim berusaha mendorong petani dalam meningkatkan kualitas tembakau, bagaimana menanam sesuai jadwal tanam yang tepat. Harapan kami petani lebih baik dan solid dalam mengembangkan tembakau di Jatim,” tambah Dydik.
Jawa Timur merupakan provinsi penghasil tembakau terbesar nasional. Jawa Timur berkontribusi sebesar 51,16 persen dari total produksi secara nasional sebesar 265.701 ton.
Di Jawa Timur, industri pengolahan tembakau menghasilkan cukai sebesar Rp. 104,56 triliun ini atau setara 63,42 persen dari total penerimaan cukai hasil tembakau secara nasional.
Menurut catatan Dirjen Bea Cukai, di Jawa Timur terdapat 425 perusahaan pengolahan tembakau yang mempekerjakan lebih dari 80 ribu tenaga kerja.
Dampak Kerugian Petani Tembakau
Kusnasi Mudi, Sekjen DPN APTI menegaskan bahwa penandatanganan Petisi Petani Tembakau se-Jawa Timur ini adalah upaya perjuangan pemerintah agar pemerintah bisa mendengar dan membatalkan regulasi yang mengancam keberlangsungan pertembakauan di Indonesia.
Adapun isi petisi pernyataan sikap petani tembakau se-Jawa Timur ialah Pertama, Menolak tegas pengaturan terkait pasal-pasal pengamanan zat adiktif dalam PP Kesehatan dan pengaturan produk tembakau di Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) karena merugikan dan mematikan mata pencaharian petani di sentra tembakau nasional.
Kedua, Menolak tegas rencana penerapan standardisasi kemasan rokok polos tanpa merek oleh Kementerian Kesehatan.
Hal ini mempertimbangkan penerapan kemasan polos sangat merugikan para petani tembakau karena harga tembakau akan semakin tidak stabil, yang ujungnya berdampak pada minimnya serapan produksi petani.
Ketiga, Meminta Presiden terpilih untuk menghentikan Kementerian Kesehatan melakukan pembahasan aturan-aturan pertembakauan serta wajib melibatkan unsur petani sebagai elemen hulu yang terdampak.
Keempat, agar segala perturan yang ditujukan disisi hilir ekosistem tembakau juga memukul petani di sisi hulu, untuk itu setiap penyusunan harus mengakomodir masukan dan unsur petani di setiap sentra pertembakauan di Indonesia.
Kelima, Tembakau adalah komoditas strategis nasional yang harusnya dilindungi keberlangsungannya oleh negara. Hanya tembakau yang menjadi tumpuan dan andalan petani di musim kemarau serta memberikan manfaat ekonomi yang besar.
“Kami memohon pemerintah melalui Kementerian Pertanian terus melindungi keberlangsungan sawah ladang kami," tegas petisi tersebut.