Hotel Bintang di Kudus Menjerit, Gegara Terjepit Inpres Efisiensi APBD
- ist
KUDUS, VIVAJogja - Terbitnya kebijakan Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, sangat berdampak di sejumlah sector di Kabupaten Kudus. Salah satunya berpengaruh terhadap jasa akomodasi perhotelan.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Kudus pun memperkirakan, penurunan pendapatan pada sektor perhotelan di Kota Kretek hingga 30 persen. Hal itu dampak dari kebijakan Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
Di dalam kebijakan tersebut, satu di antaranya meminta agar gubernur dan bupati/wali kota dapat membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion.
Dari informasi yang diperoleh Persatuan Hotel Restauran Indonesia (PHRI) Kudus menyebutkan, sejumlah pengelola hotel di Kota Kretek diperkirakan mengalami penurunan pendapatan akibat kebijakan ini berkisar 20 hingga 30 persen.
Salah satu hotel yang terdampak atas rencana kebijakan efisiensi anggaran Pemerintah, yakni Sapphire Boutique Hotel Kudus. Pihak hotel tersebut mengalami penurunan jumlah pemesanan kamar dan sejumlah acara dari pemerintah daerah sejak akhir tahun 2024.
General Manager Sapphire Boutique Hotel Kudus, Tika Encim, mengaku sangat terdampak terkait kebijakan efisiensi anggaran oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Hotel kami juga mendapatkan tamu dari perjalanan dinas pemerintahan. Namun karena adanya efisiensi anggaran, kegiatan-kegiatan seperti rapat, pelatihan, dan acara lainnya yang biasa diadakan di hotel menjadi berkurang atau bahkan dibatalkan," ujar Tika Encim saat dihubungi pada Senin (24/2/2025).
Pengelola hotel bintang minta kaji ulang efisiensi APBD
- ist
Tika mengakui bahwa sejumlah instansi pemerintah masih ragu untuk memesan kamar atau menyelenggarakan acara. Alasannya karena khawatir anggaran untuk penyelenggaran kegiatan tidak cair.
"Selain itu, segmen tamu dari korporat pun turut terkena dampak karena beberapa dari mereka memiliki keterkaitan bisnis dengan sektor pemerintahan, " ucap Tika.
Untuk mengatasi tantangan ini, Sapphire Boutique Hotel Kudus berusaha beradaptasi dengan strategi baru. Diantaranya mengoptimalkan kerja sama dengan platform online travel agent (OTA), guna menarik lebih banyak pelanggan dari sektor non-pemerintahan.
Dengan kondisi itu, Tika berharap ada pertimbangan dari pemerintah pusat. Yakni memberikan kelonggaran bagi industri perhotelan yang masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi.
"Kami berharap ada peninjauan kembali terhadap kebijakan ini. Kebijakan efisiensi anggaran memang penting, tetapi sebaiknya ada keseimbangan agar industri ini tetap bisa bertahan," harapnya.
Di sisi lain, PHRI Kudus terus mencari solusi agar industri perhotelan tetap bertahan. Beberapa langkah yang telah dilakukan meliputi menawarkan alternatif bisnis, seperti penyewaan dapur kepada restoran yang membutuhkan fasilitas masak besar, penyediaan layanan katering, serta pengembangan paket wisata berbasis hotel.
Ketua PHRI Kudus, Muhammad Kirom.
- arif
Ketua PHRI Kudus Muhammad Kirom menambahkan, beberapa hotel di Kota Kretek sudah menawarkan penyewaan dapur ke restoran dan jasa boga lainnya. Langkah Ini menjadi solusi untuk mengoptimalkan fasilitas yang ada.
Di tingkat nasional, kata Kirom, PHRI telah mengajukan audiensi dengan pemerintah pusat untuk menyampaikan dampak kebijakan ini terhadap industri perhotelan.
Sementara idi tingkat daerah, PHRI Kudus terus melakukan komunikasi dengan pemangku kebijakan untuk mencari solusi terbaik bagi sektor jasa akomodasi di wilayah ini.
“Kebijakan tersebut berpengaruh pada kegiatan-kegiatan pemerintahan yang biasanya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas perhotelan menjadi akan berkurang. Utamanya menyasar pada hotel-hotel berbintang,” ujar Ketua PHRI Kudus, Muhammad Kirom.
Kirom menyebut, penurunan pendapatan sektor perhotelan, diantaranya karena berkurangnya kegiatan Meeting, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE) yang berasal dari pemerintahan.
“Jasa akomodasi seperti hotel bintang, praktis terdampak atas kebijakan efisiensi anggaran. Kami memperkirakan adanya penurunan 30 persen pendapatan di sektor perhotelan Kudus dampak kebijakan itu,” terang Kirom.
Menurut Kirom, angka itu berdasarkan hasil komunikasi PHRI dengan sejumlah pengelola hotel di Kota Kretek. Namun dampak yang dirasakan perhotelan di Kudus tidak terlalu besar dibandingkan dengan perhotelan di kota-kota besar, seperti Kota Semarang, Jakarta, Bandung, dan kota-kota besar lainnya.
Kirim melihat pendapatan sektor perhotelan Kudus dari sisi tingkat kunjungan tamu menginap masih cukup tinggi. Baik pengunjung dari sektor industri, hingga wisatawan.
"Di kota-kota besar, pendapatan hotel banyak bergantung pada event MICE. Tetapi di Kudus, tamu yang berkunjung masih cukup tinggi, jadi penurunannya tidak terlalu drastis, masih ada sektor lain yang bisa dioptimalkan," terangnya.
Karena itu, PHRI Kudus tetap mencari solusi agar industri perhotelan bisa bertahan dan tetap survive. Di antaranya menawarkan alternatif bisnis, seperti penyewaan dapur kepada restoran yang membutuhkan fasilitas untuk masak besar, dan penyediaan layanan katering.
Selain itu, dilakukan improvisasi pengembangan paket wisata berbasis hotel, supaya dua sektor hotel dan pariwisata di Kabupaten Kudus terangkat sekaligus.
“Beberapa pengelola hotel sudah menawarkan penyewaan dapur ke restoran dan jasa tata boga. Diharapkan menjadi solusi dalam rangka mengoptimalkan fasilitas yang ada,” imbuhnya.
Manajemen hotel di Kudus juga mulai beradaptasi dengan konsep hybrid event. Yaitu mengkombinasikan pertemuan offline dan online guna menarik pasar dari berbagai sektor, termasuk kegiatan pemerintahan yang mulai menerapkan sistem daring.
PHRI Kudus berharap, ada pertimbangan dari pemerintah dengan memberikan kelonggaran bagi industri perhotelan yang masih dalam tahap pemulihan pascapandemi. Dalam rangka menjaga keseimbangan agar industri di daerah tetap bisa bertahan.
Sebelumnya, inovasi penyediaan paket wisata juga sudah didorong oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Penyedia jasa perjalanan wisata diminta agar menyediakan paket perjalanan wisata di Kota Kretek, lengkap dengan tujuan kuliner, oleh-oleh, dan perhotelan.
Paket perjalanan wisata diharapkan bisa mendongkrak perekonomian di sektor wisata, dan berdampak positif pada sekyor-sektor lainnya.