Klarifikasi Atas Operasi di Moskona Barat Penyebab Hilangnya Kasat Reskrim Teluk Bintuni
- VIVA Jogja
Semarang, VIVA Jogja -Kuasa hukum enam anggota Buser Polres Teluk Bintuni, Yohannes Akwan, S.H., MAP., menegaskan kliennya tidak dapat dijadikan pihak yang bertanggung jawab secara sepihak atas berbagai tuduhan yang berkembang terkait hilangnya Kasat Reskrim Polres Teluk Bintuni, Tommy Marbun, dalam operasi di Moskona Barat pada 18 Desember 2024 lalu.
Dalam pernyataannya, Yohannes mengatakan operasi tersebut merupakan bagian dari tugas resmi yang melibatkan total 65 personel dari berbagai kesatuan, termasuk kepolisian dan TNI.
Operasi ini dilakukan dalam kondisi medan yang berat, dengan hujan deras yang menyebabkan arus sungai di lokasi menjadi sangat deras.
“Berdasarkan hasil investigasi dan keterangan saksi di lapangan, hilangnya Kasat Reskrim Tommy Marbun bukan akibat kelalaian anggota Buser yang menjadi klien kami, melainkan karena faktor alam yang tidak terduga," kata Yohanes, Sabtu (22/3/2025).
Pada saat itu, lanjutnya, Kasat Reskrim memutuskan untuk menyeberangi sungai yang deras meskipun telah ada isyarat peringatan dari rekan-rekan di seberang.
Upaya penyelamatan sudah dilakukan, namun arus sungai yang kuat membuat pertolongan menjadi sulit.
"Namun dari narasi yang berkembang di masyarakat luas, klien-klien kami telah didoxing, difitnah sebagai bagian dari operasi untuk menghilangkan Kasat Reskrim Tommy Marbun. Ini yang perlu diluruskan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Yohannes menyoroti setelah insiden tersebut, anggota yang tersisa tetap menjalankan tugas operasi dengan melakukan pemantauan target.
Dalam situasi tersebut, kontak tembak terjadi antara tim operasi dan Marten Aikigin, yang kemudian berujung pada tewasnya target karena kehabisan darah setelah mengalami luka tembak.
“Oleh karena itu, kami meminta agar investigasi dilakukan secara menyeluruh dan objektif," pintanya.
Ia mengatakan semua pihak yang terlibat dalam operasi tersebut harus diperiksa secara adil agar fakta-fakta di lapangan dapat diungkap secara terang benderang.
Jangan sampai ada pihak yang dikambinghitamkan hanya berdasarkan asumsi yang berkembang di media sosial,” tumurnya.
Terkait dengan maraknya tuduhan yang menyudutkan enam anggota Buser di media sosial, Yohannes menegaskan kliennya mengalami tekanan psikologis yang besar akibat penyebaran informasi yang belum terverifikasi.
Pihaknya telah mengambil langkah hukum untuk melindungi hak-hak kliennya dari tindakan doxxing dan pencemaran nama baik yang dapat berdampak serius pada karier serta kehidupan pribadi mereka.
“Kami menghormati proses hukum yang berjalan dan siap bekerja sama dengan pihak berwenang. Namun, kami juga meminta agar rekonstruksi dan olah TKP dilakukan dengan benar untuk memastikan kejelasan peristiwa ini. Hak-hak klien kmi kami harus tetap dijaga, sebagaimana prinsip hukum yang adil dan berimbang,” pungkasnya.
Dengan demikian, pihak kuasa hukum berharap agar publik tidak terprovokasi oleh narasi yang berkembang tanpa dasar yang kuat, serta menunggu hasil investigasi resmi dari pihak berwenang.