Laut Bersertifikat HGB, Pakar UGM : Ketidaksinkronan Regulasi dan Hukum
- Dok Humas UGM
Jogja, VIVA Jogja – Pemasangan pagar di laut yang disertai penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan Tangerang mencerminkan ketidaksinkronan regulasi antara hukum pertanahan dan perairan.
Menurut pakar hukum agraria Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Rikardo Simarmata pemberian hak atas tanah di perairan tidak diperbolehkan. Regulasi pertanahan mengizinkan pemberian hak atas tanah di perairan, sepanjang adanya penggunaan tanah di bawah air untuk aktivitas seperti pembangunan pelabuhan, hotel, atau fasilitas lainnya.
“Namun, regulasi di sektor kelautan belum secara jelas melarang atau mengizinkannya dan kemunculan pagar laut ini masih misterius untuk apa," ungkap Rikardo, Jumat (24/01/2025).
Dalam kasus pagar laut ini, menurutnya, sisi legalitasnya perlu ditelaah lebih jauh, terutama terkait izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Jika pagar tersebut dipasang tanpa KKPRL, maka tindakan tersebut ilegal. Sebaliknya, apabila sudah ada KKPRL, maka hal itu sah secara hukum.
“Yang menjadi perhatian adalah bagaimana izin tersebut diperoleh, apakah melalui prosedur yang benar dan apakah ada pertimbangan dampak terhadap akses nelayan," jelasnya.
Rikardo mengingatkan pentingnya menyimpan sebagian pagar sebagai barang bukti untuk proses hukum selanjutnya apabila kasus ini dibawa ke ranah pidana. Rikardo bahkan menekankan penyelesaian kasus ini harus berfokus pada aspek hukum. "Pemahaman yang benar mengenai aturan sangat penting. Jangan sampai kasus ini justru ditarik ke ranah politik. Mari kita sikapi dengan mematuhi regulasi yang ada, baik dari segi pertanahan, tata ruang, maupun perlindungan nelayan," tuturnya.