Grebeg Maulid Kraton Yogyakarta 2024: Persembahan Raja untuk Rakyatnya
- jogja.viva.co.id/ Fuska SE
TUJUH Gunungan hajad Dalem dikeluarkan Keraton Yogyakarta untuk Masyarakat dalam moment peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau dikenal dengan Garebeg Mulud 1446 H/1958, Senin (16/9/2024), sebuah tradisi tahunan yang diadakan oleh Keraton Yogyakarta Hadiningrat.
Upacara Adat Garebeg Keraton Yogyakarta inipun telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya TakBenda (WBTB) pada tahun 2013 yang masuk dalam Domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan.
Grebeg Maulid bukan sekedar prosesi budaya, tetapi juga sarana untuk mempererat hubungan antara Keraton dan masyarakat. Prosesi Grebeg Maulid ini dimulai dengan tradisi Numplak Wajik pada 13 September 2024 di Panti Pareden, Kompleks Magangan dan Numplak Wajik yang sebenarnya adalah pembuatan adonan wajik yang akan menjadi salah satu material wajib di Gunungan Putri. Prosesi ini melambangkan kehidupan yang diawali dari rahim seorang ibu dan dilaksanakan tiga hari sebelum puncak Grebeg Maulid.
Sedang material tujuh gunungan lainnya, juga terdiri dari berbagai hasil bumi, wajik, dan rengginang yang dibagikan ke Masjid Gedhe, Kompleks Kepatihan, Kadipaten Pura Pakualaman, dan Ndalem Mangkubumen.
Grebeg Maulid Kraton Yogyakarta 2024 menjadi bukti nyata bagaimana tradisi dan budaya dapat menjadi perekat sosial yang kuat, menghubungkan masa lalu dengan masa kini, serta memperkaya kehidupan spiritual dan budaya masyarakat Yogyakarta.
Rangkaian Acara
Sebelum prosesi puncak Grebeg Maulid, rangkaian acara dimulai dari Sekaten, pada tanggal 5 bulan Mulud (Rabiul Awal) dan berlangsung selama tujuh hari. Upacara ini ditandai dengan dibunyikannya gamelan pusaka Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga di Masjid Gedhe Kauman selama tujuh hari.
Prosesi selanjutnya dan tidak pernah ditinggalkan adalah Numplak Wajik, serta Miyos Gangsa, gamelan Sekati dibawa dari Keraton ke Masjid Gedhe dan dimainkan selama Sekaten. Setelah Sekaten selesai, gamelan dikembalikan ke Keraton dalam prosesi Kondur Gangsa.
Dalam Grebeg Maulid Kraton Yogyakarta, terdapat tujuh gunungan yang diarak dan dibagikan kepada masyarakat. Pertama adalah Gunungan Kakung, yang melambangkan kekuatan dan kejantanan, dengan material yang terdiri dari hasil bumi seperti sayuran, buah-buahan, dan makanan tradisional lainnya.
Gunungan Putri, melambangkan kelembutan dan keindahan, gunungan ini berisi wajik, rengginang, dan makanan manis lainnya. Gunungan Gepak, Berisi makanan kering seperti rengginang dan wajik, yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Gunungan Darat, berisi hasil bumi seperti sayuran dan buah-buahan, gunungan ini melambangkan kesuburan tanah dan hasil panen yang melimpah. Gunungan Pawuhan, melambangkan keberkahan dan kesejahteraan yang diberikan oleh raja kepada rakyat.
Mengapa rengginang dan wajik. Kedua makanan khas tradisional Jawa ini mengandung makna filosofis yang tetap mengena di hati Masyarakat. Rengginang, yang terbuat dari beras ketan yang dikeringkan dan digoreng, melambangkan kekuatan dan ketahanan. Proses pembuatannya yang melibatkan pengeringan dan penggorengan mencerminkan ketekunan dan kerja keras.
Wajik, kue tradisional yang terbuat beras ketan dan gula kelapa, manis, gurih dan lengket, melambangkan kemanisan hidup dan kesejahteraan. Panganan tradisional ini dianggap sebagai simbol harapan pada kehidupan yang manis dan juga rasa syukur. (*)