Sosialisasi Pelindungan Penggunaan Keuangan Digital BI DIY Ingatkan Peredaran Uang Palsu
- humas BI Yogyakarta
Pesatnya perkembangan teknologi saat ini patut kita cermati karena bak pedang bermata dua, bila tidak diiringi dengan literasi yang memadai, baik dari literasi digital dan keuangan maka pesatnya pertumbuhan teknologi ini dapat memberikan egative spill over bagi para penggunanya.
Berdasarkan data, penetrasi seluler di Indonesia telah lebih dari 100% jumlah penduduk. Hal ini didukung oleh komposisi generasi Z dan millenial yang lebih dari setengah populasi di Indonesia yaitu sebesar 53,81% dan memberikan andil atas 85% transaksi digital di Indonesia.
Sementara, literasi keuangan, berdasar hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2024 dari OJK menunjukkan bahwa indeks inklusi keuangan di Indonesia telah mencapai 75,02 %.
Namun demikian, indeks literasi keuangan masih berada pada angka 65,43% yang berarti terdapat gap antara indeks inklusi keuangan dan literasi keuangan.
Fenomena rendahnya literasi itu, menjadi penyebab utama maraknya penipuan melalui platform digital yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan berbagai modus untuk mengakses informasi dan meretas perangkat pelanggan untuk kepentingan pribadi.
“Hal ini menunjukkan bahwa masih tersisa banyak ruang bagi para pemangku kebijakan untuk meningkatkan literasi dan juga kesadaran konsumen dalam penggunaan layanan keuangan terutama sistem pembayaran agar terhindar dari risiko seperti kejahatan siber (cyber crime), social engineering, dan mengalami kesenjangan layanan yang nantinya dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi,” ujar Ibrahim.
Sebagai respons, Bank Indonesia memperbaharui Peraturan BI No. 22/20/PBI/2020 tentang Perlindungan Konsumen Bank Indonesia menjadi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pelindungan Kosumen untuk menanggapi perkembangan ekonomi keuangan digital, dan international best practices.