Idul Adha jadi Momen Refleksi Kepedulian Sosial
- Dok UMY
YOGYAKARTA, VIVA Jogja – Dalam khotbah Idul Adha di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (06/06/2025), Prof Dr Zuly Qodir menekankan bahwa kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi tentang menyentuh dan menyelamatkan kehidupan dari krisis yang terus membelit masyarakat.
Menurutnya, di tengah gejolak ekonomi, meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), putus sekolah, gangguan kesehatan mental, hingga kasus bunuh diri, perayaan Idul Adha 1446 H menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai kemanusiaan dalam beragama. Terlebih lagi di tengah situasi ekonomi Indonesia yang tidak sedang baik-baik saja, umat Islam diajak untuk tidak sekadar melaksanakan ibadah kurban secara ritual, tetapi juga menjadikannya sebagai wujud kepedulian sosial yang lebih luas.
“Terlalu banyak jiwa yang terkapar akibat dahsyatnya transformasi sosial yang mematikan. Tidak boleh kita biarkan korban jiwa terus bergelimpangan karena goncangan ekonomi dan sosial,” tegasnya.
Zuly Qodir mengajak umat untuk reinterpretasi atas kurban sebagaimana dilakukan oleh Muhammadiyah melalui Pimpinan Pusat yang telah menyerukan ijtihad baru dalam praktik kurban. Dana atau hewan kurban yang biasanya digunakan untuk penyembelihan, dapat dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan mendesak seperti makanan bergizi, pengobatan, hingga dukungan pemulihan hidup bagi mereka yang paling terdampak.
“Jika hanya mendapatkan satu-dua kilogram daging segar, nilai manfaatnya sangat kecil bagi mereka yang kehilangan pekerjaan dan tidak punya pendapatan. Sebaliknya, jika dana kurban digunakan untuk menopang kehidupan mereka secara berkelanjutan, ini menjadi bentuk kurban yang lebih bermakna,” ujar Zuly yang juga Wakil Rektor UMY bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan.
Kurban sebagai simbol perjuangan melawan egoisme individual dan hasrat duniawi. Zuly menyerukan perlunya membangun kesadaran kolektif untuk menjadi manusia merdeka yang menjunjung tinggi solidaritas dan etika kemanusiaan.
Gagasan ini sejalan dengan kaidah fikih yang menyatakan bahwa menyelamatkan satu jiwa manusia setara dengan menyelamatkan seluruh umat manusia agar memungkinkan adanya kehidupan selanjutnya, karena menekan adanya kematian.