Konflik Iran–Israel rawan seret Dunia ke Era Perang Dingin
- Humas UMY
YOGYAKARTA, VIVA Jogja – Pakar Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HI UMY) Dr Sugeng Riyanto mengingatkan, ketegangan antara Iran dan Israel dalam beberapa waktu terakhir memicu kekhawatiran serius dari berbagai pihak. Konflik ini tidak hanya mengancam stabilitas kawasan Timur Tengah, tetapi juga dinilai berpotensi mengguncang tatanan global dan memicu kembali polarisasi kekuatan dunia seperti yang terjadi pada era Perang Dingin.
Menurut Sugeng, konflik Iran–Israel merupakan akumulasi dari persoalan substansial dan yuridis yang telah berlangsung lama, bukan semata reaksi spontan.
“Ada dua penyebab utama. Pertama, kebuntuan dalam negosiasi terkait program nuklir Iran. Kedua, kekhawatiran mendalam dari Israel terhadap proses pengayaan uranium Iran yang kini telah melampaui kadar 50 persen,” ungkapnya pada Rabu (18/06/2025).
Dikatakan, ancaman terbesar bagi Israel adalah jika Iran mencapai tingkat pengayaan uranium hingga 90 persen—ambang batas untuk memproduksi senjata nuklir. “Jika mencapai 90 persen, uranium tersebut dapat dikonversi menjadi bom atom. Bayangkan jika Iran benar-benar memiliki senjata nuklir. Bagi Israel, yang secara geografis kecil dan rentan, ini adalah ancaman eksistensial,” tambahnya.
Lebih jauh, Sugeng menegaskan bahwa konflik ini memiliki akar panjang yang bermula sejak berdirinya Israel pada 1948, dan semakin mengeras melalui dinamika konflik Arab–Israel selama beberapa dekade terakhir.
Menanggapi potensi meluasnya konflik, Sugeng menyebut bahwa justru beberapa negara Arab kini memiliki hubungan yang relatif harmonis dengan Israel. Respons keras terhadap Iran lebih banyak datang dari negara-negara non-Arab seperti Korea Utara dan Pakistan. “Mesir bahkan menjadi salah satu mitra dagang terbesar Israel. Suriah dan Yordania pun kini menunjukkan sikap yang lebih moderat,” jelasnya.
Namun, satu hal yang sangat dikhawatirkan adalah jika Iran memutuskan keluar dari Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Langkah ini akan menjadi sinyal kuat bahwa Iran serius menuju status negara bersenjata nuklir. “Jika Iran benar-benar keluar dari NPT, maka kekhawatiran internasional akan kian menguat. Dunia akan melihat itu sebagai indikasi jelas arah kebijakan nuklir Iran,” imbuhnya.