Menyibak Misteri Jalur Gunung Lawu Via Candi Cetho, Diyakini Gerbang Menuju Dunia Gaib
- VIVA Jogja
KARANGANYAR, VIVA Jogja - Gunung Lawu salah satu gunung tertinggi di Pulau Jawa. Gunung yang dahulunya bernama Wukir Mahendra ini memisahkan dua provinsi di Pulau Jawa. Yakni, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Keindahan Gunung Lawu menarik perhatian siapa saja untuk menaklukan puncaknya. Meskipun, Gunung satu ini termasuk salah satu gunung yang terkenal keangkerannga.
Sudah banyak pendaki yang mengalami kendala saat berusaha menaklukan puncaknya. Namun meskipun begitu, tak membuat kapok siapa saja yang ingin menaklukan puncaknya.
Konon, kisah mistik yang dialami para pendaki, sudah dirasakan sejak awal pendakian. Berbeda dengan gunung lainnya, Gunung yang memiliki ketinggan 3.265 mdpl ini memiliki banyak pintu masuk. Gunung Lawu punya lima jalur pendakian, tiga di antaranya berada di Karanganyar, dan dua lainnya di Magetan.
Jalur dari Karanganyar yakni via Candi Cetho, Cemoro Kandang, dan Tombak. Sedangkan dari Magetan pintu masuk pendakian Gunung Lawu yakni di Cemoro Sewu dan Singolangu.
Dari arah pintu masuk itu, jalur Candi Cetho yang terkenal dengan aura mistiknya. Diibaratkan sebuah rumah, jalur Candi Cetho ini merupakan pintu utama bagi siapa saja yang ingin bertamu.
Sedangkan jalur Cemoro Kandang, Cemoro Sewu dan jalur Jogorogo, diibaratkan rumah, jalur itu merupakan pintu belakang atau dapur dari rumah. Jalur pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho merupakan jalur pendakian terberat.
Berbeda dengan Cemoro Kandang yang kerap manjadi tujuan dari para pendaki. Jalur Cemoro Kandang medannya tidak terlalu berat dan banyak rambu penunjuk arah dengan jarak tempuh yang lebih cepat sekitar 8-9 jam untuk kondisi normal (bagi yang terbiasa naik gunung).
Namun bagi para pemula jarak tempuhnya lebih dari itu. Sedangkan pendaki yang melalui jalur Candi Cetho kebanyakan adalah pendaki spiritual (pendaki yang melakukan ritual/ bertapa) biasanya sering melewati jalur Cetho. Salah satu tokoh yang juga dipercaya paham dengan Gunung Lawu, Joko Sunarto atau Polet menjelaskan, kebanyakan pendaki spiritual memang mengambil rute candi Cetho.
"Ibaratnya sebuah rumah, pintu masuk utama (ruang tamunya) ada di Cetho. Sedangkan Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang adalah pintu belakang dan pintu sampingnya," jelasnya ketika di temui VIVA Jogja di kediamannya di Ngargoyoso, Karanganyar, Kamis (17/10/2024).
Pendaki spiritual lebih menyukai melewati jalur tersebut meski jarak tempuhnya lebih lama di bandingkan pintu masuk lainnya. Sedangkan pendaki biasa, jarang melewati jalur tersebut karena kurangnya rambu penunjuk jalan dan jarak tempuh yang lebih panjang.
Ia mengatakan konon dari cerita-cerita para pendaki yang melintasi jalur candi Cetho ini, jalur puncak Gunung Lawu via Candi Cetho ini banyak terdapat beberapa larangan dan mitos yang ada, salah satunya adalah Pasar Setan.
Pasar Setan itu sendiri berada di sekitar Pos 5 jalur pendakian Gunung Lawu. Berdasarkan mitos yang berkembang di masyarakat, tempat ini digambarkan dengan tumpukan bebatuan.
Kegiatan Pasar Setan terjadi pada malam hari, khususnya malam Jumat. Lokasi Pasar Setan ini dekat dengan titik bulak peperangan antara pasukan Prabu Brawijaya V, yang dalam pengasingan ke Gunung Lawu, dan Adipati Cepu dari Majapahit.
Peperangan ini bermula saat Raden Gugur dikejar-kejar pasukan Kadipaten Cepu. Pasukan Adipati Cepu kala itu diperintah Girindrawardhana raja Majapahit yang berhasil menggulingkan kedudukan Brawijaya V.
Dengan pasukan yang tersisa, sang raja melawan dibantu dengan pasukan Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo yang merupakan penggawa desa di Bagian Utara Gunung Lawu. Saking dahsyatnya pertempuran di Bulak Peperangan itu, konon tak ada prajurit yang selamat.
Hanya Raden Gugur, Wongso Menggolo, dan Dipo Menggolo yang berhasil selamat. Kala itu Adipati Cepu yang berhasil lolos dari maut memilih melarikan diri.
Nah, lokasi bulak peperangan itu hingga kini masih sering dikunjungi para pendaki Gunung Lawu untuk literasi sejarah.
Lokasinya berada di sebelah Utara dari puncak Hargo Dumilah atau berada di sebelah Pasar Dieng atau Pasar Setan.
"Jalur pendakian ini dikenal sebagai jalur gaib. Pasalnya, para pendaki yang melewati padang ilalang di lereng Lawu dan berangin kencang sering mendengar suara bising layaknya sebuah pasar, hingga disebut sebagai lokasi 'Pasar Setan', " ujar pria yang akrab disapa Mbah PO ini.
Suradi salah satu warga desa di sekitar candi Cetho juga menyebutkan jika ingin naik melewati jalur ini (cetho) akan melewati melewati berbagai lokasi yang masih di sakralkan. Diantarannya Candi Cetho, juga Candi Kethek yang berada dia atasnya.
Nantinya pendaki akan memasuki wilayah yang di yakini masyarakat setempat sebagai pintu masuk kerajaan makhluk gaib yang diwujudkan dalam 2 batang bohon cemara besar yang berdampingan layaknya pintu gerbang,
Nanti setelah melewati pos empat akan melewati 2 pohon cemara yang cukup besar yang dikenal dengan Cemoro Kembar. Konon di situlah letak pintu masuknya.
"Terlebih lagi lokasinya dekat denga pasar setan, yang ada di lereng Lawu," jelasnya lebih lanjut.
Di jalur ini, ungkap Suradi, banyak para pendaki yang tersesat hingga hilang tak ditemukan.
Salah satunya pendaki bernama Alvi Kurniawan yang hilang hingga saat ini belum ditemukan. Alvi Kurniawan menghilang setelah diajak balapan lari dengan pendaki lainnya. Sejak tahun Januari 2019 itu, pemuda asal Magelang menghilang.
"Jadi kalau melintasi medan yang diyakini sebagai pasar setan, bila mendengar ada yang menawarkan untuk membeli, diharuskan untuk melempar koin sebagai tanda berkomunikasi dan agar tidak tertimpa musibah, " ujarnya.