Beralih ke Energi Bersih, Ampas Jamu Jadi Solusi Ramah Lingkungan Menurunkan Emisi
- VIVA Jogja/dok.Sido Muncul
Semarang, VIVA Jogja – Sekop para pekerja sesekali beradu, saat menyiduk bongkahan demi bongkahan ampas jamu yang menggunung di sudut pabrik.
Meskipun ampas sisa hasil produksi jamu, namun ampas itu tak dibuang begitu saja. Oleh pihak perusahaan, ampas jamu itu didaur ulang menjadi sumber energi biomassa.
“Ampas jamu yang merupakan limbah organik ini berasal dari proses ekstraksi. Rata-rata bisa menghasilkan ampas jamu sebesar 35 ton per hari,” ungkap Head of Factory PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk, Apt Wahyu Widayani SSi, kepada VIVA Jogja, Kamis (7/11).
Penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di pabrik jamu terkemuka tanah air itu, kata Wahyu, berlangsung sejak Agustus 2015, dengan beroperasinya Boiler biomassa di unit ekstraksi.
Dasar pertimbangannya, kata dia, adalah untuk efisiensi energi dan juga berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Selain ampas jamu, sumber energi biomassa lainnya di pabrik ini berasal dari wood pellet, yaitu limbah kayu yang telah diolah menjadi pellet.
“Dibeli dari vendor wood pellet, dengan rata-rata konsumsi 300 ton per bulan,” kata Wahyu.
Wahyu menjelaskan, bauran EBT di pabrik Sido Muncul pada kurun waktu Januari-September 2024 tercatat EBT 90% terdiri dari Biomassa 62%, REC 24%, PLTS atap 4%. Sedangkan penggunaan energi fosil 10% terdiri dari CNG 8% dan minyak solar 2%.
“Penggunaan EBT di pabrik kami telah ada di setiap lini produksi,” kata Wahyu.
Saat ini, sumber daya listrik yang dibeli Sido Muncul dari PLN, 100% telah menggunakan energi listrik REC.
Hal itu sebagai tindak lanjut dari MoU antara Sido Muncul dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) terhadap penyediaan dan penggunaan EBT yang berlangsung di Agro Wisata Pabrik Sido Muncul, Semarang pada Rabu, 26 Oktober 2022.
Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan, penggunaan EBT ini sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan meski Sido Muncul harus membayar listrik 3% lebih mahal dibanding listrik industri.
"Penggunaan Energi Baru Terbarukan atau ETB ini biayanya lebih tinggi 3% dibanding listrik industri. Kami tetap berkomitmen menggunakan EBT sebagai wujud dukungan terhadap pemerintah dalam mengurangi emisi karbon juga pelestarian lingkungan serta menjadi industri hijau yang ramah lingkungan," ujar Irwan.