Pancasila tetap harus jadi Rujukan Moral dan Etika Politik

Kongres Pancasila ke-12 di UGM
Sumber :
  • Humas UGM

Jogja, VIVA JOGJA - Kongres Pancasila ke-12 yang dilaksanakan di Balai Senat, Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis (26/09/2024), mengusung tema “Pancasila Nyawa Bangsa; Menghalau Kemerosotan Moral dalam Praktik Penyelenggaraan Berbangsa dan Bernegara”.

Resto Perdjamoean sajikan Akulturasi Kuliner Jawa dan Eropa

Menghadirkan beberapa narasumber ahli di bidang ini anatra lain Dosen Politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman, Dosen Filsafat UGM, Agus Wahyudi, dan pengamat politik Rocky Gerung, ketiganya mendiskusikan “Konsepsi Republik sebagai Gagasan Negara Ideal”

Menurut, Airlangga Pribadi Kusman Republikanisme atau respublika adalah pemerintahan dari rakyat untuk rakyat melalui proses bernalar. Oleh karena itu, dalam proses berpolitik harus menggunakan akal sehat dan menggunakan argumentasi yang rasional.

HIPMI dan Amikom Yogya Cetak 40 Wirausaha Mahasiswa

“Setiap perbincangan ruang publik apabila ada orang bicara tanpa menggunakan nalar, dia hanya kemudian bicara seenaknya bahkan cenderung menggunakan otoritas. Yang harus dilakukan adalah menghantam pandangan-pandangan tersebut. Karena itu pandangan tanpa argumen, ” jelas Airlangga.

Sedang Agus Wahyudi mengatakan konseps republik adalah gagasan untuk mencegah dan mengurangi kesewenang-wenangan kekuasaan atau abuse of power. Perlu ada cara untuk mencegah kesewenang-wenang dan penyelewengan kekuasaan. Menurutnya, sepanjang rakyat masih diajak ikut mengambil keputusan, berpartisipasi dan menunjukkan kepedulian, pertanda republik ini dalam kondisi sehat. “Demokrasi yang sehat saat rakyat peduli, jika rakyat tidak peduli, berarti republik tidak sehat,” paparnya.

Mahasiswa UGM Luncurkan Inovasi Wisata Kuliner Berbasis Potensi Lokal

Sementara bagi Rocky Gerung,  Pancasila adalah kompilasi dari pemikiran dunia. Semua pikiran dunia ada di situ, jadi republic of ideas, menuntun ilmu teknis di bawahnya. “Pancasila mampu diucapkan secara teoritis dengan pemikiran yang  logis,” katanya.

Pancasila di era Soekarno, kata Rocky, adalah sebuah konsep pedagogi. Lalu di era Soeharto, pancasila dijadikan persyaratan untuk menapis lawan politik. “Padahal Pancasila  itu untuk menghasilkan percakapan bukan didoktrinkan,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
img_title