Taman Safari Indonesia Bedah Solusi dan Konflik Satwa Liar Versus Manusia
- ist
SOLO, VIVA Jogja– Konflik antara manusia dan satwa liar menjadi tantangan semakin kompleks seiring pesatnya pembangunan infrastruktur dan perubahan fungsi lahan hutan. Yakni menjadi area produktif seperti perkebunan dan pertanian, serta permukiman masyarakat.
Perubahan peruntukan lahan ini tidak hanya menyebabkan hilangnya habitat satwa liar, namun juga meningkatkan intensitas interaksi antara manusia dan satwa liar, yang berpotensi memicu konflik yang akan merugikan kedua belah pihak.
Sebagai langkah proaktif dalam menghadapi tantangan ini, seminar bertajuk “Memahami Konflik dan Koeksistensi antara Satwa Liar dan Manusia di Indonesia”. Agenda ini kerja sama antara Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dan Taman Safari Indonesia. Tujuannya mempertemukan pemerintah, para ahli, akademisi, pemerhati dan praktisi guna membahas solusi yang berkelanjutan.
Seminar ini juga bertujuan meningkatkan pemahaman publik terhadap konflik dan pentingnya koeksistensi yang harmonis antara manusia dan satwa liar. Acara dihadiri para undangan di lokasi aviary, pertengahan Januari 2025.
Kegiatan seminar juga diikuti secara virtual melalui platform Zoom. Sebanyak 1.000 peserta online turut serta, termasuk perwakilan dari berbagai balai taman nasional dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di seluruh Indonesia.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Sumberdaya Genetik, Direktorat Jenderal KSDAE, Kementrian Kehutanan RI, Nunu Anugrah, S.Hut.,M.Sc mengatakan, konflik antara manusia dan satwa liar tidak hanya mengancam keberlangsungan spesies tertentu, namun juga keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
“Keberadaan satwa liar adalah indikator kesehatan ekosistem. Karena itu, solusi berbasis kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk mengatasi konflik ini secara efektif,” ujar Nunu Nugrah.