Pukat UGM Tolak Ide Pengampunan Koruptor

Ilustrasi korupsi
Sumber :
  • Istimewa

Jogja, VIVA Jogja – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat), Fakultas Hukum UGM, mengkritisi pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pidatonya dihadapan mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Mesir (18/12/2024) lalu terkait dengan keinginannya untuk mengampuni koruptor dengan syarat mengembalikan aset negara.

Pengunjung Pertama 2025 di Tiga Candi Dapat Kejutan

Menanggapi hal ini, salah satu peneliti Pukat UGM Yuris Rezha Darmawan menilai,  niat Prabowo tersebut terlihat baik, namun pelaksanaannya membutuhkan pendekatan yang tepat. Sebab, kejahatan korupsi memiliki pola dan karakteristik tertentu. Oleh karena itu, pemberantasannya harus disesuaikan dengan karakter kejahatan tersebut. “Alih-alih memberikan pengampunan, negara seharusnya fokus menciptakan efek jera agar pelaku tidak mengulanginya," ujar Yuris.

Menurutnya, sebagian besar pelaku korupsi bertindak berdasarkan motif ekonomi sehingga harus diberikan efek jera yang efektif dengan pemiskinan dan perampasan aset hasil korupsi. menegaskan bahwa negara perlu memastikan bahwa aset-aset tersebut benar-benar dikembalikan menjadi milik negara.

Menanti 3 Kebijakan Pro-Rakyat Prabowo di Tahun 2025: Makan Bergizi Gratis hingga Penghapusan Piutang Petani-Nelayan

Yuris mengusulkan beberapa strategi yang dapat dilakukan pemerintah sebagai alternatif pengampunan koruptor. Pertama, presiden perlu mendorong aparat penegak hukum untuk mengikuti aliran dana hasil korupsi, bukan hanya fokus pada pemidanaan pelaku. Dengan melacak aset-aset tersebut, negara dapat lebih mudah merampas hasil kejahatan untuk dikembalikan sebagai aset negara. Menurutnya, hasil korupsi sering kali tidak disimpan dalam bentuk uang tunai,  tetapi diwujudkan dalam aset lain seperti investasi atau diatasnamakan orang lain.

"Lebih dari itu, setiap perkara korupsi semestinya menyandingkan pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana korupsi dengan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sayangnya, pendekatan ini belum banyak diterapkan," ungkapnya.

ISI Yogyakarta Branding Community Desa Wisata Berkelanjutan di Giriasih Gunungkidul

Yuris turut menggarisbawahi pentingnya mengoptimalkan penagihan uang pengganti yang telah diputuskan pengadilan. Banyak pelaku korupsi yang divonis membayar uang pengganti, tetapi hingga kini belum memenuhi kewajibannya. “Berdasarkan laporan tahunan terakhir kejaksaan yang saya baca, terdapat puluhan triliun rupiah piutang negara yang belum ditagih. Presiden harus mendorong KPK dan kejaksaan untuk memastikan pelaku korupsi membayar uang pengganti tersebut,” tegas Yuris.

Terakhir, Yuris mengusulkan langkah terkait kebijakan untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia melalui pengesahan RUU Perampasan Aset dengan melacak aset-aset tersebut, negara dapat lebih mudah merampas hasil kejahatan untuk dikembalikan sebagai aset negara. Yuris juga mendesak revisi UU Tipikor agar segera direvisi dengan memasukkan pasal mengenai illicit enrichment atau kekayaan tidak sah. "Pasal ini memungkinkan negara memeriksa pejabat publik yang memiliki kekayaan tidak sesuai dengan penghasilannya. Jika tidak bisa membuktikan asal usul kekayaan tersebut, negara dapat merampasnya," tutur Yuris.

Halaman Selanjutnya
img_title