Cukai Rokok Naik, Marak Muncul Rokok Tak Bercukai hingga Pakai Cukai Palsu
- viva.co.id/ cahyo edi
Jogja – Pemerintah resmi menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen. Kenaikan CHT 10 persen ini berlaku ditahun 2024.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan naiknya CHT ini berdampak pada menjamurnya produsen rokok ilegal.
Sudarto mengakui jika kenaikan cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya tidak setinggi kenaikan cukai sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM).
Meski demikian, Sudarto melihat cukai SKT yang tak setinggi SPM dan SKM ini membuat industri SKT ini bertumbuh. Saat ini banyak lahir produsen atau pemain baru di industri rokok SKT.
"Tapi juga harus dipahami, tumbuhnya itu kebanyakan kepada industri-industri baru. Jadi jangan kaget kalau di pasaran sekarang ada rokok SKT dengan harga di bawah Rp 10 ribu perbungkus," kata Sudarto, Sabtu 20 Januari 2024.
Hanya saja Sudarto mengingatkan ada sisi gelap dalam munculnya produsen-produsen baru rokok SKT ini. Sisi gelap ini adalah adanya rokok SKT tanpa cukai atau menggunakan cukai palsu.
Kondisi ini disebut Sudarto karena adanya persaingan untuk menggaet masyarakat berpindah ke rokok SKT yang lebih murah.
"Ada indikasi kuat kami temukan di lapangan produk-produk rokok tanpa cukai dan atau cukai palsu. Karena harga yang golongan satu atau premium kan semakin tinggi," terang Sudarto.
Sudarto juga bercerita pernah melaporkan temuan rokok tak bercukai maupun yang menggunakan cukai palsi ini ke Bea Cukai. Sayangnya, hingga kini Sudarto belum mengetahui tindak lanjutnya seperti apa.
"Sementara ada tawaran rokok SKT baru dengan harga Rp 8 atau Rp 10 ribu. Bahkan saya pernah temukan Rp 5 ribu tanpa cukai dan itu mudah ditemukan. Saya pernah melaporkan itu ke Bea Cukai tapi saya tidak tahu apakah itu difollow up atau tidak," ungkap Sudarto.
Munculnya produsen-produsen rokok SKT baru ini dianggap Sudarto menjadi dilema bagi organisasinya. Sudarto mengungkapkan PP FSP RTMM-SPSI sebagian besar anggotanya adalah pekerja rokok SKT.
Namun, jika terjadi pembiaran produsen rokok SKT golongan satu atau premium semakin kehilangan pembelinya karena beralih ke rokok dengan harga lebih terjangkau.
"Padahal anggota kita itu sebenarnya pekerja di SKT yang industrinya sudah cukup lama. Ini juga PR buat kita," tutup Sudarto.