Jogja (pancen) Istimewa...
- VIVA Jogja/RedDoorz
Dalam keputusan penentuan Sultan Hamengku Buwana IX, Dorodjotun yang telah diserahi keris Kiai Jaka Piturun memutuskan untuk mengumpulkan seluruh anggota keraton supaya dapat saling menyampaikan gagasan dan berterus terang siapa yang lebih pantas menjadi Sultan Hamengku Buwana IX. Berdasarkan musyawarah tersebut, seluruh keluarga sepakat danmendukung Dorodjotun menjadi Sultan Hamengku Buwana IX.
Sikap yang ditunjukkan Dorojotun tersebut memperlihatkan betapa pentingnya musyawarah dalam mencapai keselarasan dalam kehidupan manusia sehingga dapat meminimalisirkonflik dan memperoleh solusi yang terbaik untuk semua. Dengan keselarasan tersebut, pihak penjajah tidak mudah mengadu domba kehidupan keraton pada masa penjajahan.
Tambur wis ditabuh, suling wis muni Holopis kuntul baris ayo dadi siji Bareng para prajurit lan senapati Mukti utawa mati manunggal kawula Gusti', yang artinya genderang sudah dipukul, seruling sudah berbunyi 'holopis kuntul baris, mari menjadi satu bersama para prajurit dan senapati mulia atau mati menyatu sebagai ciptaan Tuhan.
Keistimewaan masyarakat Yogyakarta juga digambarkan dalam penggalan lirik di atas. Lirik tersebut menunjukkan nilai-nilai kebangsaan yang terdapat dalam lingkungan masyarakat Yogyakarta. Demokrasi, kerukunan, dan semangat persatuan selalu dijunjung tinggi sehingga menciptakan masyarakat yang ramah, berkepribadian yang hangat, dan toleransi yang tinggi dengan sesama.
Masyarakat Yogyakarta yang demikian juga dipertegas dengan falsafah Jawa yang terdapat dalam lirik lagu di atas, yaitu holopis kuntul baris.
Falsafah tersebut berisi ajakan untuk saling bekerjasama antara manusia satu dengan manusia yang lain terutama dalam memecahkan berbagai persoalan. Kerjasama yang terjalin akan menciptakan ikatan kekeluargaan yang erat sehingga berefek pada stabilitas persatuan dan kesatuan masyarakat. Kebaikan yang ditanam semasa hidup bukan tanpa tujuan.
Masyarakat menyadari bahwa kehidupan tidak selesai di dunia saja, tetapi juga di akhirat sebagai tujuan puncaknya. Semakin dewasa masyarakat semakin ingat (eling) dengan kehidupan setelah kematian sehingga hal tersebut mempengaruhi cara hidup masyarakat. Konsep eling dalam masyarakat Yogyakarta diproyeksikan dengan konsep ajaran manunggaling kawulo Gusti.