Hadapi Bonus Demografi, Skill Trap Jadi Tantangan
- Pixabay
YOGYAKARTA, VIVA Jogja – Indonesia segera akan menghadapi bonus demografi pada tahun 2030. Lonjakan populasi usia angkatan kerja akan memicu kompetisi dalam mendapatkan pekerjaan, sekaligus menjadikan angkatan kerja sulit mencari kerja.
Berawal dari cuitan di media sosial X, sebuah akun mengungkap bahwa lowongan Asisten Rumah Tangga (ART) dan Baby Sitter kini dipenuhi oleh pelamar lulusan sarjana. Warga net pun kemudian ramai merespon cuitan tersebut sebagai akibat dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan.
Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Universitas Gadjah Mada, Dian Fatmawati mengungkap, sejumlah tantangan dan ancaman jika kondisi ini minimnya lapangan pekerjaan ini terus berlanjut di tengah lonjakan bonus demografi. Menurutnya, membludaknya jumlah tenaga kerja adalah hal yang wajar dalam bonus demografi. Sayangnya, “bonus” ini tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah. “Antara tahun 2020-2030 kita punya banyak sekali angkatan kerja, tapi di lain pihak tren lapangan kerja bukannya bertambah malah semakin menurun,” ungkap Dian, Selasa (08/05/2025).
Sejumlah kasus seperti kesulitan Gen Z dalam mencari kerja dan PHK massal akhir-akhir ini, akan berdampak pada situasi ekonomi-politik saat ini sangat tidak menguntungkan bagi ketersediaan lapangan kerja.
Ekonomi semakin lesu, daya beli masyarakat menurun, pendapatan produsen menurun, sampai penghasilan masyarakat juga rendah. “Jika lingkaran tersebut terus berlanjut, bukan tidak mungkin Indonesia akan segera menghadapi krisis ekonomi,” paparnya.
Dampak minimnya lapangan kerja dapat berbeda bagi setiap lapisan masyarakat. Bagi yang masih memiliki kemampuan finansial untuk mengasah keterampilan ataupun melanjutkan pendidikan mungkin masih bisa bertahan. Sedangkan mereka yang tidak bisa mendapatkan penghasilan tanpa bekerja tentu sangat dirugikan sehingga beresiko memunculkan skill trap atau jebakan keterampilan. “Mereka terpaksa bekerja di sektor-sektor yang tidak sesuai dengan kompetensi, biasanya mengambil pekerjaan di bawah kualifikasi yang mereka miliki. Ini memunculkan fenomena skill trap,” terang Dian.
Dikatakan, fenomena skill trap merupakan kondisi dimana seseorang tidak mendapatkan penambahan kompetensi sesuai bidangnya. Skill-trap dapat disebabkan oleh tidak adanya wadah yang sesuai untuk melatih dan mengelola kompetensi. Seseorang hanya bekerja untuk mendapatkan penghasilan dan bertahan hidup.