Kasus Sengketa Tanah Pekalongan, Perlawanan Gagal, Felly Anggraini Siap Eksekusi Tanah Miliknya

Pengacara Risma Situmorang (sebelah kanan)
Sumber :

Pekalongan, Viva Jogja - Pada Selasa, 15 Oktober 2024, kuasa hukum Felly Anggraini Tandapranata, Risma Situmorang, bersama timnya, hadir di Pengadilan Negeri Cirebon. 

Blok Hunian Lapas Pekalongan Digeledah! Petugas Cari Narkoba hingga Handphone, Hasilnya?

Mereka menghadiri panggilan Aanmaning kedua yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri Cirebon. 

Risma menjelaskan bahwa Aanmaning merupakan teguran atau peringatan dari pengadilan bagi pihak yang kalah untuk mematuhi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Kreativitas di Atas Vandalisme: Lomba Mural Batik Pertama di Kota Pekalongan 

Proses Aanmaning ini merupakan lanjutan dari permohonan eksekusi yang diajukan oleh Felly Anggraini, Freddy Tandapranata, dan Yuliana Tandapranata. 

Permohonan ini bertujuan agar para termohon eksekusi—Lanny Setyawati, Titin Lutiarso, Haryono, dan Lilyana—melaksanakan putusan Mahkamah Agung No. 2615 K/Pdt/2023 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak 4 Oktober 2023. 

Nasabah BMT An-Naba Pekalongan Gelisah, Tabungan Terkatung-katung Selama Empat Tahun

"Putusan ini adalah hasil dari perjuangan panjang yang sudah melalui berbagai tahap peradilan," ungkap Risma dalam keterangannya, Rabu 16 Oktober 2024. 

Setelah putusan di tingkat Pengadilan Negeri Cirebon, dilanjutkan ke Pengadilan Tinggi Bandung, hingga mencapai Mahkamah Agung, akhirnya putusan final pun keluar. 

Namun, dalam panggilan Aanmaning pertama pada 7 Mei 2024, para termohon tidak menunjukkan itikad baik untuk melaksanakan putusan.

Risma juga mengungkapkan bahwa upaya untuk menunda eksekusi sempat dilakukan oleh pihak termohon melalui gugatan perlawanan. 

Sayangnya bagi mereka, Pengadilan Negeri Cirebon dengan tegas menolak gugatan tersebut pada 26 September 2024 dalam putusan No. 29/Pdt.Bth/2024/PN.Cbn.

"Ini adalah kemenangan moral bagi Ibu Felly yang telah berjuang keras sejak 2021. Di usia 72 tahun, beliau telah menghadapi banyak rintangan, tetapi keadilan akhirnya berpihak pada dirinya," ujar Risma.

Tidak berhenti di situ, pihak termohon juga mencoba mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus ini. 

Namun, Mahkamah Agung kembali menolak permohonan tersebut pada 29 Juli 2024 melalui putusan No. 733 PK/Pdt/2024. 

Risma menyatakan bahwa dengan penolakan PK ini, tidak ada lagi alasan bagi termohon eksekusi untuk menghindari tanggung jawab mereka.

Selain perkara perdata, para termohon eksekusi juga dihadapkan pada tuntutan pidana terkait tindakan mereka. 

Pengadilan Negeri Pekalongan pada 9 Juli 2024 memutuskan bahwa Lanny Setyawati, Titin Lutiarso, Haryono, dan Lilyana bersalah atas pelanggaran Pasal 167 ayat 1 KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Mereka dinyatakan secara bersama-sama telah melanggar hukum dengan menduduki rumah yang bukan milik mereka, yaitu milik Felly Anggraini dan keluarganya.

Amar putusan tersebut menjatuhkan hukuman penjara selama satu bulan kepada para terdakwa, tetapi dengan syarat pidana percobaan. 

"Jika dalam enam bulan ke depan mereka tidak melanggar hukum lagi, hukuman itu tidak akan dijalani," jelas Risma. 

Putusan pidana ini kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Semarang pada 21 Agustus 2024 dengan memperpanjang masa percobaan tersebut.

Saat menghadiri panggilan Aanmaning kedua, Ketua Pengadilan Negeri Cirebon menegaskan bahwa jika dalam delapan hari para termohon eksekusi tidak melaksanakan putusan secara sukarela, maka kuasa hukum Felly Anggraini bisa langsung mengajukan permohonan eksekusi pengosongan.

“Ini adalah tahap akhir dari perjuangan kami untuk mengembalikan hak Ibu Felly atas tanah dan bangunan di Jl. RA. Kartini No. 46, Pekalongan,” kata Risma. 

Menurutnya, dengan segala upaya hukum yang telah gagal dilakukan oleh pihak termohon, hanya tinggal menunggu waktu hingga pengadilan memerintahkan eksekusi pengosongan.

Risma Situmorang sebagai kuasa hukum menegaskan bahwa kemenangan ini adalah hasil kerja keras dan keteguhan hati kliennya yang tidak pernah menyerah meski dihadapkan pada banyak kendala.

Dengan ditolaknya gugatan perlawanan dan PK, serta putusan pidana yang menguatkan, para termohon eksekusi sudah tidak memiliki celah untuk menghindari tanggung jawab mereka. 

Tinggal menunggu saatnya eksekusi pengosongan dilakukan, menandai berakhirnya sengketa yang telah berkepanjangan ini.