KPK: Gubernur Bengkulu Peras Anak Buah untuk Biaya Pilkada

Gubernur Bengkulu RM yang jadi tersangka KPK
Sumber :
  • VIVA Jogja/dok Setkab RI

Jakarta, VIVA Jogja - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (RM), Sekretaris Daerah Bengkulu Isnan Fajri (IF), dan ajudan gubernur Evrianshah alias Anca (EV) sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan gratifikasi terkait pencalonan kembali Rohidin dalam Pilkada Bengkulu 2024.

Tersangka Korupsi BUMDes Balikan Uang Rp 150 Juta ke Kejari Karanganyar

Pada Juli 2024, Rohidin meminta dukungan dana untuk membiayai pencalonan dirinya sebagai gubernur, yang diikuti oleh arahan kepada pimpinan OPD dan kepala biro di Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mendukung kampanyenya.

Sebagai hasilnya, beberapa pejabat daerah menyerahkan sejumlah uang untuk memastikan posisi mereka tetap aman, seperti yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bengkulu, Syafriandi, yang memberikan Rp200 juta, serta Kepala Dinas PUPR Bengkulu, Tejo Suroso, yang memberikan Rp500 juta melalui pemotongan anggaran.

Kader Korupsi, FX Rudy Marah, Kirim Surat ke DPP PDIP

Selain itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu, Saidirman, juga menyerahkan Rp2,9 miliar sesuai permintaan Rohidin.

Dikutip dari Antara, Rohidin juga diduga meminta pengeluaran honor pegawai tidak tetap dan guru tidak tetap sebelum 27 November 2024, dengan jumlah honor per orang sebesar Rp1 juta.

Usut Dugaan Kasus Korupsi dan Pencucian Uang BumDes Berjo, Kejari Karanganyar Periksa 45 Saksi

Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Bengkulu, Ferry Ernest Parera, turut mengumpulkan dana sebesar Rp1,4 miliar yang kemudian disetorkan kepada Rohidin. Setelah KPK menerima informasi mengenai pemerasan ini, mereka melakukan penyelidikan yang berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) pada 23 November 2024.

Dalam operasi tersebut, KPK menangkap delapan orang, termasuk Rohidin, Isnan, dan ajudannya. Setelah pemeriksaan intensif, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) cabang KPK.

Tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, khususnya pemerasan dan gratifikasi.