Peluncuran Tiga Buku Membedah Posisi MK dalam Pilpres 2024
- Istimewa
Jogja, VIVA Jogja – Tiga buku berjudul “Antara Hukum dan Politik: Membedah Permohonan dan Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024”, “Keadilan Elektoral di Mahkamah Konstitusi: Tanggapan Beberapa Penulis terhadap Putusan MK soal Hasil Pilpres 2024” dan “Suara Publik Bergaung di MK: Kepedulian dan Perhatian Masyarakat pada MK” diluncurkan secara serentak di lima kota, Jakarta, Yogyakarta, Makassar dan Padang secara virtual, juga diskusi dengan pembicara Dr Zainal Arifin Mochtarn dan Prof Iwan Setiawan untuk Kota Yogyakarta yang dilangsungkan di Hotel Santika Premier, Kamis (12/12/2024).
Ketiga bvuku yang ditulis Dr Todung Mulya Lubis bersama Tim Hukum 22E ini menawarkan analisis mendalam mengenai lika-liku sengketa Pilpres 2024, dengan berbagai perspektif, termasuk kajian hukum, refleksi putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dan suara publik selama proses sengketa.
Buku berjudul “Antara Hukum dan Politik: Membedah Permohonan dan Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024”, menyajikan perdebatan komprehensif tentang pelaksanaan Pilpres 2024 yang tidak hanya dilihat dari aspek hukum, tetapi juga politik, etika, dan psikologi. Mengupas dinamika persidangan hingga Putusan MK, lengkap dengan argumentasi para pakar dan hakim konstitusi.
Buku kedua, “Keadilan Elektoral di Mahkamah Konstitusi: Tanggapan Beberapa Penulis terhadap Putusan MK soal Hasil Pilpres 2024”, membahas Putusan MK No. 2.PHPU.PRES-XXII/2024 yang memutus terkait sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. Para ahli yang terlibat menyusun analisis dari lima tema utama: kewenangan MK, solusi alternatif yang dapat diadopsi oleh MK, dilema keadilan prosedural dan substantif, beban pembuktian dalam Pemilihan Umum, serta dampak putusan MK terhadap penyelenggaraan Pemilihan Umum berikutnya.
Buku ini menawarkan analisis mendalam bagi pembaca yang ingin memahami kompleksitas hukum elektoral di Indonesia.
Sedang buku ketiga, “Suara Publik Bergaung di MK: Kepedulian dan Perhatian Masyarakat pada MK”, mengabadikan suara publik dan dinamika persidangan selama sengketa Pemilihan Presiden 2024 di MK. Melalui amicus curiae dari berbagai pihak, seperti akademisi, organisasi advokat, dan seniman, buku ini mencerminkan partisipasi masyarakat dalam proses hukum. Buku ini menyoroti bagaimana kegelisahan public terhadap proses demokrasi yang menjadi suara kolektif dan mempengaruhi tekanan perjalanan persidangan.
Tim ini juga mengungkap pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) serta dugaan penyalahgunaan sumber daya negara yang mencederai asas keadilan dan netralitas dalam pelaksanaan Pilpres 2024.
Dalam paparannya secara virtual, Todung Mulya Lubis mengungkapkan, walaupun Presiden dan Wakil Presiden RI telah dilantik, melangkah maju sebagai bangsa lebih penting dan tidak meratapi keadaan yang terjadi karena pelanggaran konstitusional yang tidak terbantahkan. Namun, kita tidak bisa mengabaikan bahwa dalam menghadapi tantangan yang kompleks dan menantang, dibutuhkan government dan governance.
Pilpres 2024 diwarnai dengan pelanggaran yang bersifat konstitusional, sebagaimana bisa dilihat saat pada putusan MK. Pelanggaran tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Sehingga, bagi Todung MK telah abai dalam mendengarkan suara rakyat dan tidak melihat kenyataan yang terjadi. Hukum seringkali dipakai sebagai instrumen kekuasaan. Sehingga, hukum menjadi tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Sangat ironis melihat bahwa Indonesia semakin dijauhkan dari cita-cita kemerdekaan yang diidamkan dan telah diraih dengan jerih payah pahlawan-pahlawan negara ini.
Sementara, Presiden RI kelima, Megawati Soekarnoputri saat berbicara selaku keynote speech secara virtual pun menyampaikan bahwa MK telah menyimpang dari tujuan serta objektif awal pembentukan MK pada masa pemerintahannya, yaitu sebagai lembaga yang berwibawa dengan fungsi utama sebagai penjaga kesucian konstitusi Negara Republik Indonesia dan menjunjung tinggi keadilan dalam kehidupan bernegara.
Dikatakan, penyimpangan itu sudah terbukti secara jelas selama pelaksanaan Pilpres 2024, yang dimulai sejak Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 sampai dengan putusan MK terkait Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum 2024. Kegagalan MK selama pelaksanaan Pilpres 2024 telah menimbulkan luka yang mendalam bagi demokrasi Indonesia dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat memperbaiki kegagalan tersebut.
Oleh karena itu, Megawati berharap, dengan diterbitkannya buku-buku ini dapat memberikan pemahaman bagi seluruh bangsa Indonesia untuk dapat melakukan refleksi diri dan memahami seluruh rangkaian kegagalan dan pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan Pilpres 2024, yang termasuk namun tidak terbatas pada kegagalan MK sebagai tonggak pelindung konstitusi.
Peluncuran berlangsung di Four Seasons Hotel Jakarta juga menghadirkan tokoh-tokoh penting sebagai pembicara, seperti Bivitri Susanti yang berbicara tentang “Relevansi Buku dalam Kajian Akademik Demokrasi Indonesia”.
Bivitri Susanti, mendeskripsikan penyelenggaraan Pilpres 2024 dengan kata “brutal” karena etik memiliki posisi yang lebih rendah daripada hukum. “Ada potensi Indonesia dicatat sebagai bangsa yang jatuhnya begitu luar biasa, sebab telah menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan,” katanya.
Karena itu menurutnya, ketiga buku-buku ini sangat penting sebagai sumber literatur yang menggali berbagai dimensi hukum, politik, dan sosial dalam konteks Pilpres 2024.
Menurutnya, buku-buku ini memberikan perspektif yang kaya dan kritis dalam memahami dinamika hukum dan demokrasi yang sedang berkembang di Indonesia, serta mendorong terjadinya reformasi dalam penyelenggaraan Pemilu.
Selain Bivitri Susanti juga hadir Prof Maruarar Siahaan, mantan hakim MK, dan Prof Dr. Satya Arinanto. Sedang di Yogyakarta, peluncuran buku juga dihadiri Dr Zainal Arifin Mochtar dan Prof Iwan Satriawan. *