Penghapusan Kuota Impor Berpotensi Ancam Ketahanan Ekonomi UMKM
- Humas UGM
YOGYAKARTA, VIVA Jogja - Penghapusan kuota impor untuk beberapa komoditas dengan dalih untuk memudahkan pelaku usaha, menciptakan ekosistem yang mendukung penciptaan lapangan pekerjaan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, justru akan berdampak negatif bagi pelaku usaha kecil di dalam negeri
Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fisipol UGM Dr Hempri Suyatna menyatakan, rencana menghapus kuota impor ini perlu ditinjau ulang untuk mengetahui seberapa jauh dampak positif dan negatif bagi pelaku usaha kecil dan menengah dalam negeri.
Meski dalam jangka pendek kebijakan ini akan memberikan manfaat untuk menghapus proses perburu rente dan monopoli, karena selama kuota impor hanya diberikan kepada pelaku bisnis yang memiliki kedekatan dengan relasi kuasa. Namun demikian, dalam jangka panjang jika penghapusan kuota impor ini dimaknai sebagai pembukaan keran impor besar-besaran maka jelas ini akan mengancam eksistensi UMKM karena Indonesia akan dibanjiri produk luar negeri. “Yang jelas kebijakan ini akan mengancam ketahanan ekonomi pelaku UMKM,” katanya.
Menurut Hempri, realitanya saat ini masih banyak produk UMKM Indonesia yang kurang bersaing secara global. Sebagai contohnya adalah implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Pemendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan Impor telah berimplikasi pada maraknya produk impor dan berdampak pada PHK dari perusahaan seperti manufaktur, teknologi dan startup karena proses produksi yang dianggap kurang efisien.
Menyikapi kebijakan ini, jika tetap dilakukan, maka mau tidak mau UMKM lah yang merasakan dampak dan dituntut untuk selalu kreatif sebagai upaya mendorong daya saing produk UMKM. Selain itu, pelaku usaha juga diharuskan membangun karakter yang tangguh, kreatif, inovatif, cerdas, mandiri, produktif dan mampu memanfaatkan peluang atau sumberdaya yang ada di sekitarnya.
Sebaliknya, pemerintah diharuskan memberikan dukungan struktural seperti seperti kemudahan pajak, kemudahan memperoleh dana pengembangan, fasilitasi pemasaran dan promosi, fasilitas di dalam memperoleh hak cipta/hak merek dan sebagainya. “Komitmen dari pemerintah dalam melindungi produk-produk UMKM dengan berbagai bentuk dukungan struktural sangatlah dibutuhkan,” ujarnya.
Bagi Hempri, gerakan cinta produk lokal hanya sebatas slogan sehingga harus dilakukan dengan merubah budaya masyarakat dengan regulasi yang mampu memperkuat pasar domestik. Budaya inferior sudah menghinggapi sebagian besar masyarakat dimana mereka merasa lebih bangga menggunakan produk dari luar dibandingkan produk-produk lokal. “Dalam konteks budaya, perlu ada upaya untuk merubah budaya inferior masyarakat,” pungkasnya.